エピソード

  • (16 Agustus 2020)

    Romo Adrian Adiredjo, OP

    [Bacaan Injil : Lukas 1 : 39 - 56

    (Hari Raya Maria Diangkat Ke Surga)]

    Hari ini kita merayakan Maria Diangkat Ke Surga, tentunya ini merupakan sebuah dogma Gereja. Dalam Gereja Katolik ada empat dogma Gereja, yaitu Maria sebagai Bunda Allah, Maria sebagai Perawan, Maria dikandung tanpa noda, dan Maria diangkat ke surga. Lalu, apa makna Maria diangkat ke surga yang kita rayakan hari ini? Perayaan ini mengingatkan kita akan kemenangan atas kasih dan kemenangan atas maut, karena Bunda Maria menjalankan misi dalam hidupnya dengan baik, sebagai seorang ibu Bunda Maria memberikan kasihnya kepada anaknya, yaitu Yesus. Yesus pun sebaliknya memberikan kasih kepada Maria. Artinya ini merupakan sebuah perayaan persatuan antara ibu dan anak, antara Maria dan Yesus. Melalui kasih Yesus tidak ada yang dapat memisahkan persatuan anak dengan ibunya, baik pula dengan saudara-saudaranya. Kasih ini terjadi saat kita menjalankan misi dalam hidup kita, apa yang Tuhan berikan dalam hidup kita. Kadang kala, ketika menjalankan misi yang Tuhan berikan terasa berat dan sulit untuk dijalani, seperti salib. Akan tretapi jika kita mampu menjalankan misi salib ini dengan sebaik mungkin, maka kita akan mendapatkan kunci kerajaan surga. Seperti Bunda Maria yang menjalankan misinya dengan sebaik mungkin untuk menjadi ibu Yesus, maka ia mendapatkan rahmat untuk diangkat ke surga. Panggilan untuk menjadi orang tua, terutama menjadi ibu tidaklah mudah memiliki peranan yang penting seperti Bunda Maria. Bunda Maria mau menerima anaknya untuk menderita mati disalib demi menjalankan misi yang diberikan oleh Allah dalam hidupnya. Ini bukan suatu hal yang mudah, lalu apa yang perlu dilakukan untuk bisa mengatasi situasi ini. Seperti Maria ia mengunjungi Elisabet dan memuliakan nama Tuhan. Ketika merasakan penderitaan atas misi dari Tuhan, kita harus dapat memuliakan nama Tuhan dengan percaya bahwa Tuhan akan selalu menyertai hidup kita. Disinilah akan muncul sebuah pengharapan akan kekuatan Allah yang maha besar.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • Dalam katekese katolik kali ini kita akan bersama-sama membahas bebearapa pertanyaan tentang peran Bunda Maria di dalam sejarah keselamatan. Kenapa Bunda Maria lebih dihormati dari santo-santa yang lain? Apakah ini sesuatu yang memiliki fondasi biblis?

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • エピソードを見逃しましたか?

    フィードを更新するにはここをクリックしてください。

  • (16 Agustus 2020)

    Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

    [Bacaan Injil : Lukas 1 : 39 - 56

    ( Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga)]

    Seringkali, kita umat Katolik, dituduh terlalu menekankan Maria dalam iman, liturgi, dan bahkan kehidupan sehari-hari. Keberatan yang biasa kita dengar adalah: “Mengapa harus lewat Maria jika saya dapat langsung kepada Yesus? Mengapa harus ada Maria di antara saya dan Yesus?” Jenis-jenis keberatan ini berasal dari asumsi dasar bahwa keselamatan adalah hanya tentang saya dan Yesus. Kita hanya membutuhkan Yesus, dan sisanya adalah penghalang bagi Yesus. Kita tidak membutuhkan Gereja, orang-orang kudus, dan khususnya Maria. Meskipun kita mungkin diselamatkan dengan iman semacam ini, tetapi iman semacam ini adalah sempit, individualistis bahkan angkuh. Di dalam Alkitab, Tuhan meletakkan dasar untuk keselamatan kita yaitu melalui keluarga-Nya. Kata kunci dasarnya adalah perjanjian. Ini adalah kesepakatan yang agung untuk menyatukan dua pihak berbeda menjadi satu keluarga. Tuhan memanggil Adam, Nuh, Abraham, Musa dan Daud untuk menjadi bagian dari keluarga Tuhan dan keselamatan tersedia bagi bangsa Israel. Dan dalam kepenuhan waktu, Yesus, Putra Allah, membuat perjanjian baru dan kekal dengan Allah demi umat manusia dan seluruh ciptaan. Kita diselamatkan melalui keluarga Yesus, kerajaan Allah. Jika kita menyebut Tuhan sebagai Bapa kita, kita adalah saudara dan saudari dalam keluarga Tuhan. Jika kita adalah saudara dan saudari, kita memiliki tanggung jawab untuk keselamatan satu sama lain. Di sini kita melihat peran penting Gereja sebagai keluarga Allah, bahkan mereka yang telah mendahului kita, yakni para kudus. Para santo-santa tak henti-hentinya mengasihi dan berdoa bagi kita karena mereka adalah saudara kita yang penuh tanggung jawab di surga, dan ingin kita bergabung dengan mereka. Kehadiran mereka sama sekali tidak menghalangi pandangan kita kepada Yesus karena justru semakin kita melihat mereka, semakin kita melihat kesempurnaan Tuhan.Bunda Maria adalah contoh paling kongkret dari manusia yang disempurnakan oleh rahmat Tuhan. Semakin kita melihat Maria, semakin kita dekat dengan Tuhan dalam kekaguman dan pujian. Jika Tuhan dapat melakukan hal-hal besar kepada Maria, Dia akan melakukan hal yang sama kepada kita. Jika Tuhan dapat membawa Maria ke surga, Dia akan membawa kita juga ke surga. Dan sebagai saudari yang hebat dalam iman, dia bahkan memiliki tanggung jawab yang paling besar untuk membawa kita lebih dekat kepada Tuhan. Dia berdoa untuk kita dengan sangat semangat, bahkan dia berdoa lebih semangat lagi untuk orang-orang yang membencinya. St. Lukas menceritakan bagaimana Maria, sebagai tabut perjanjian baru, membawa Yesus di dalam rahimnya kepada Elisabet dan Yohanes Pembaptis. Kita perhatikan juga Elizabeth tidak memisahkan keduanya. Ketika dia melihat Maria, dia mengenali Tuhan, dan ketika dia menyadari kehadiran Tuhan, dia mengakui pembawa suci, Maria. Melalui Yesus yang hadir melalui Maria, Elizabet dan Yohanes menemukan sukacita sejati.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (09 Agustus 2020)

    Romo Adrian Adiredjo, OP

    [Bacaan Injil : Matius 14 : 22 - 33

    (Hari Minggu Biasa ke-19)]

    Ketik Petrus dan murid-murid lainnya melihat Yesus berjalan di atas air, mereka ketakutan dan berpikir bahwa yang datang itu hantu. Kemudian, Yesus memperkenalkan diri dan pada saat itu juga petrus mengenali Yesus. Tentunya, para murid sedah mengetahui Yesus sejak lama, baik melalui pengajaran dan mukjizat-Nya karena Yesus merupakan orang yang luar biasa.  Pada saat itu, Yesus memperkenalkan diri-Nya melalui kuasa-Nya yang mampu berjalan di atas air. Ini merupakan suatu yang luar biasa, bukan hanya untuk memperkenalkan kuas-Nya tetapi juga meperkenalkan bahwa Ia sungguh manusia dan Allah. Disitulah Petrus langsung mengenali Yesus dan ia langsung ingin mendatangi Yesus. Lalu, Petrus berjalan di atas air untuk mendatangi Yesus atas kuasa Yesus yang diberikan. Ini merupakan suatu hubungan yang penuh dengan sukacita, saat Petrus berjalan di atas air karena Yesus mengizinkan Petrus untuk mendekati Yesus dengan berjalan di atas air. Akan tetapi, ketika berjalan Petrus terjatuh karena fokusnya teralihkan akibat adanya angin kencang, lalu Petrus tenggelam. Dalam hubungan kita dengan Yesus kerap kali seperti Petrus. Ketika kita mulai kenal dengan Yesus, diri kita dipenuhi semangat dan sukacita. Ketika kita memulai tugas perutusan dari Tuhan, dipercaya dengan tugas dan tanggungjawab yang besar, merasakan kebahagiaan. Akan tetapi, berapa lama kita mampu untuk bertahan? Tetunya, ini akan berhubungan dengan rasa takut, kegagalan, penderitaan, kegelapab, dan lain sebagainya, apakah kita mampu untuk melaluinya atau tenggelam seperti Petrus? Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi semuanya itu, teritama dalam masa-masa sulit sekarang ini? Kita harus mencontoh apa yang Petrus lakukan dengan memanggil nama Yesus dan memohon bantuan Yesus “Tuhan tolonglah, Aku”. Saat berbagai kesulitan datang dalam hidup, jangan lupa kita perlu berdoa. Doa inilah yang akan menyelamatkan kita dari masa-masa sulit yang dialami. Ini akan membawa keselamatan, pelan-pelan doa ini akan mengubah pikiran kita menjadi jernih untuk melihat situasi apa adanya. Bahkan yang paling penting belajar melihat situasi dari mata Allah, percaya bahwa Allah akan selalu menyertai. Hal ini sama dengan apa yang dialami Petrus ketika ia meminta tolong kepada Yesus, ia ingat kembali siapa Yesus bahwa Yesus selalu menolong atas apa yang mereka alami. Doa akan membawa kita fokus kepada Tuhan, dan perlu diingat bahwa Tuhan akan selalu menyertai kita selalu. Maka, pelan-pelan iman kita akan semakin tumbuh untuk selalu percaya kepada Yesus.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • Pada tanggal 6 Agustus kemarin, Gereja Katolik merayakan pesta Yesus menampakkan kemulian-Nya atau yang dikenal sebagai the Feast of Transfiguration di dalam bahasa Inggris. Ada 5 fakta menarik yang terjadi pada saat itu dan di katekese singkat ini, Romo Bayu, OP akan memberikan sedikit penjelasan mengenai fakta tersebut.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (09 Agustus 2020)

    Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

    [Bacaan Injil : Matius 14 : 22 - 33

    (Hari Minggu Biasa ke-19)]

    Kisah Yesus berjalan di atas air adalah kisah terkenal yang ditulis oleh tiga Injil: Matius 14: 22-33, Markus 6: 45–52 dan Yohanes 6: 15–21. Namun, yang unik dari Matius adalah bagian dari Petrus yang juga berjalan di atas air, namun tenggelam setelah beberapa langkah. Kehadiran Yesus yang tiba-tiba dan tidak biasa mengejutkan para murid yang masih berjuang melawan angin kencang. Reaksi alami para murid adalah ketakutan. Para murid takut bukan karena badai laut, tetapi karena kehadiran Yesus, padahal mereka merupakan seorang nelayan yang berpengalaman. Namun, melihat seseorang berjalan di atas air belum pernah terjadi sebelumnya. Jadi, Yesus mengambil inisiatif untuk menenangkan badai di dalam hati mereka dan meyakinkan mereka bahwa dialah Yesus yang mengendalikan kekuatan alam. Petrus, pemimpin yang berani namun juga impulsif, ingin membuktikan apa yang dilihat dan didengarnya. Dia kemudian menantang Yesus dan dirinya sendiri dengan berkata, “Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.”  Yesus mengundang dia untuk datang. Mujizat terjadi. Simon Petrus bisa berjalan di atas air! Namun, sifat kemanusiaannya yang lemah sekali lagi muncul. Setelah beberapa langkah mujizat, dia terganggu oleh angin, kehilangan fokusnya pada Yesus, dan dia mulai tenggelam. Yesus harus menyelamatkannya dan berkata kepadanya, “Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” Kita memperhatikan bahwa Yesus tidak berkata, “Kamu, yang tidak memiliki iman!” melainkan, “kurang percaya!” Ini menunjukkan bahwa Petrus sebenarnya memiliki iman, dibuktikan dengan beberapa langkah mukjizatnya, tetapi iman itu masih kecil, mudah terganggu, dan sarat keraguan. Banyak dari kita dapat dengan mudah melihat diri kita seperti Simon Petrus. Kita percaya kepada Yesus namun, kita sadar juga bahwa iman kita masih kecil. Kita mungkin pergi ke Gereja setiap hari Minggu atau berdoa dari waktu ke waktu, percaya bahwa Yesus, Tuhan dan Juru selamat kita, dan menerima ajaran Gereja, tetapi iman kita hannyalah bagian kecil dari hidup kita, yang dapat dikesampingkan ketika hal-hal yang lebih besar seperti pekerjaan, karier, relasi, dan lainnya mulai memenuhi hati kita. Kita memberikan kepada Tuhan sisa-sisa kita, baik waktu maupun usaha kita. Bahkan dalam doa dan ibadah kita, kita mudah terganggu. Daripada memfokuskan diri kita pada Yesus, kita memberikan perhatian kita pada ponsel kita dan semua kegembiraan yang mereka tawarkan. Kemudian, saat kita menghadapi badai kehidupan, kita mulai tenggelam, dan saat itulah, kita berseru, seperti Petrus, “Tuhan, selamatkan aku!” Kita dipanggil untuk mengarahkan pandangan kita pada-Nya dan untuk belajar memiliki mata iman yang sejati. Ini adalah mata untuk melihat Ekaristi bukan hanya sebagai roti dan anggur, bukan sebagai pengulangan yang monoton, tetapi sebagai kehadiran nyata Yesus yang telah mengorbankan hidup-Nya bagi kita. Ini adalah iman yang memberdayakan kita untuk melihat kehadiran Yesus dalam kegiatan sehari-hari dan biasa kita. Jika ini sungguh menjadi iman kita, badai yang paling dahsyat sekalipun tidak dapat menenggelamkan kita karena kita memusatkan perhatian pada Yesus.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (02 Agustus 2020)

    Romo Adrian Adiredjo, OP

    [Bacaan Injil : Matius 14 : 13 - 21

    (Hari Minggu Biasa ke-18)]

    Yesus dalam injil hari ini melakukan mukjizat kemurahan hati, pelipat gandaan lima roti dan dua ikan, dan mukjizat rohani. Pertama, mengapa terjadi mukjizat kemurahan hati terjadi? Hal ini dikarenakan Yesus menggerakan para murid untuk berbagi kepada orang banyak dengan apa yang mereka miliki. Walaupun sedikit yang yang mereka punya, tidak ada yang sangat miskin yang tidak dapat memberikan sesuatu kepada orang lain. Semua orang pasti memiliki sesuatu untuk dibagikan. Inilah yang menjadi pendorong atau inspirasi bagi orang-orang untuk bermurah hati kepada sesama. Disini Yesus mau menunjukan bahwa Allah peduli. Terkadang kita sebagai manusia tidak bisa peduli, ketika ada seseorang yang kelaparan, tetapi Allah tidak. Dia pasti akan melakukan sesuatu, terlebih dari pada itu ketika Allah berkarya jauh lebih baik. Inilah mengapa mukjizat adalah karya Allah secara langsung dalam hidup manusia, diluar yang biasa. Mukjizat ini hanya bisa dilakukan oleh Allah yang mengatur manusia di dunia. Cara Allah mengaturnya adalah dengan memberikan kemampuan kepada setiap makhluk untuk melakukan sesuatu atau berkarya, terutama manusia. Setiap mahkluk ciptaan Allah semuanya memiliki peran dan dimampukan dalam berperan untuk mengatur dunia. Namun, ketika Tuhan bertindak atau berkarya untuk melakukan mukjizat, itu lebih jauh dari apa yang manusia pikirkan. Gereja pun percaya sampai sekarang bahwa mukjizat itu nyata. Kemudian, kita lihat terjadi pula mukjizat pelipat gandaan lima roti dan dua ikan. Jika kita ingin membuat roti diperlukan adonan, waktu, dan di oven, tentunya terjadi sebuah proses yang cukup panjang dan tidak mudah, ini yang bisa dilakukan manusia. Lalu, manusia pun dimampukan untuk berbagi, ketika seseorang mengalami krisis atau membutuhkan bantuan, manusia bisa membantu orang tersebut. Kemudian, yang tidak bisa manusia lakukan adalah melipat gandakan lima roti dan dua ikan. Itulah mukjizat yang hanya bisa dilakukan oleh Allah dan manusia tidak bisa melakukannya. Melalui mukjizat ini, Allah menyatakan bahwa Aku peduli dengan hidup kamu, karena bagi Tuhan tidak ada yang tidak mungkin. Oleh karena itu, dalam situasi sulit apapun kita harus tetap percaya kepada Allah, jangan sampai kita kehilangan pengharapan. Poin yang terakhir, ketika Tuhan berkarya segala apapun bisa terjadi kepada manusia. Keselamatan menjadi suatu hal yang utama ketika Tuhan berkarya dalam hidup kita. Tidak heran, jika mukjizat rohani merupakan suatu hal yang terpenting. Saat Yesus melipat gandakan lima roti dan dua ikan, kita dibawa kedalam peristiwa ekaristi. Karena Ia mengambil roti, mengucap syukur, dan membagi-bagikannya. Jadi, jika kita mengalami mukjizat dari Tuhan, jangan pernah diabaikan mukjizat itu sehingga kita dapat terus memperbaharui hidup kita.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • Sebentar lagi, Gereja Katolik akan merayakan pesta Santo Dominikus de Guzman, pendiri Ordo Pewarta. Siapa sebenarnya Santo Dominikus dan terobosan apa yang dia lakukan untuk Ordo Pewarta ini? Dalam katekese spesial kali ini, Romo Bayu, OP akan menjawab pertanyaan tersebut.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (02 Agustus 2020)

    Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno,OP

    [Bacaan Injil : Matius 14 : 13 - 21

    (Hari Minggu Biasa ke-18)]

    Mukjizat penggandaan roti adalah salah satu kisah yang muncul dalam keempat Injil. Ini mungkin karena kebenaran mukjizat itu sendiri yang mengesankan dan membekas di hati para rasul. Meskipun alur ceritanya sama, setiap Penginjil telah memberikan penekanan yang berbeda, terutama pada injil Matius yang hari ini kita dengar. Salah satu penekanan ini adalah peran khusus para murid. Tentu saja, tanpa Yesus tidak akan ada mukjizat sama sekali, tetapi Yesus memastikan bahwa murid-murid-Nya juga akan berpartisipasi dalam pekerjaan ajaib-Nya, tetapi yang luar biasa adalah para murid menanggapi dengan baik ajakan Yesus. Pertama, inisiatif datang dari para murid. Mereka mengusulkan solusi praktis untuk situasi ini: mengirim mereka pergi untuk mencari makanan. Bagi Yesus, inisiatif itu patut dipuji, tetapi Dia tidak puas dengan solusinya. Karena itu, Dia berkata kepada mereka, “Kamu memberi mereka makan sendiri.” Namun, bukannya menolak permintaan Yesus, mereka malah melakukan sesuatu yang luar biasa. Mereka menawarkan kepada Yesus apa yang mereka miliki. Dari sini, kita sudah dapat mendeteksi bahwa para murid telah berubah. Mereka telah mengikuti Guru mereka selama beberapa waktu dan tumbuh seperti Yesus. Mereka memiliki iman bahwa Yesus dapat melakukan hal yang mustahil, dan mereka menjadi lebih berbelas kasih seperti Yesus saat melihat orang yang menderita. Tidak mengherankan bahwa setelah Yesus memberkati dan memecahkan roti, Dia memilih untuk memberikannya kepada para murid. Dia percaya sekarang bahwa para murid akan menjalankan misi-Nya untuk peduli dan mengasihi orang-orang. Mukjizat ini adalah langkah pertama namun penting bagi Yesus dan murid-murid-Nya, untuk membewa Yesus dalalm Ekaristi.  Yesus pasti dapat melakukan mukjizat sendiri, dan sebagai Tuhan, Dia tidak membutuhkan bantuan siapa pun. Namun, karena kodrat-Nya adalah kasih, Dia ingin agar orang-orang yang Dia kasihi menjadi kasih sama seperti Dia. Yesus mengundang para murid untuk berpartisipasi dalam mukjizat kasih-Nya, dan agar mereka dapat belajar untuk mengasihi lebih dalam. Ketika Yesus membagikan hidup-Nya kepada mereka, para murid sebagai rekan kerja misi-Nya, pada akhirnya akan membagikan diri mereka dan mengasihi sampai akhir. Itulah bagaimana Yesus membentuk kita sebagai murid-Nya. Dia mengundang kita untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan dan misi-Nya. Ini adalah misi untuk memberi makan, untuk peduli dan mengasihi umat-Nya. Inilah keindahan iman dan agama kita. Ini bukan iman yang pasif dan tidak berdaya, namun iman yang benar-benar hidup, dibagikan dan memperkaya, iman yang tumbuh menjadi harapan dan harapan disempurnakan menjadi kasih.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (26 Juli 2020)

    Romo Adrian Adiredjo, OP

    [Bacaan Injil : Matius 13 : 44 - 52

    (Hari Minggu Biasa ke-17)]

    Hidup dalam kebijaksanaan menjadi suatu hal yang penting dalam Kerajaan Allah. Jika kita lihat dalam bacaan pertama, menceritakan tentang Raja Salomo yang bijaksana. Bacaan ini mengatakan bahwa orang yang bijaksana ialah ketika seseorang mampu membedakan mana yang baik dan buruk, yang benar dan yang salah. Ini salah satu kunci untuk bisa menjadi warga Kerajaan Allah, agar dapat membawa orang-orang ke jalan yang benar, seperti Raja Salomo. Jika ingin hidup dalam kebijaksanaan, kita harus memiliki tujuan hidup. Lalu, segala sesuatu keputusan yang diambil selama menjalani hidup harus bisa sesuai dengan tujuan tadi. Hal yang diperlu ditanyakan, apakah kita sudah mengetahui tujuan hidup kiti masing-masing? Orang yang memiliki tujuan hidup untuk selalu hidup dalam kebijaksanaan adalah mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Ini tentunya tergantung dari pola pikir dan akal budi kita, bagaimana cara seseorang berpikir. Diperlukan juga keterkaitan antara akal budi dengan hati, agar segala keputusan yang diambil merupakan keputusan yang bijaksana. Ini bukan suatu hal yang mudah diperlukan diperlukan latiahan setiap hari dalam mengambil keputusan, menilai mana yang benar dan mana yang salah. Lalu, kita lihat kembali apakah keputusan yang diambil sesuai dengan tujuan hidup? Jika hal ini dilakukan hari demi hari, maka kebijaksanaan dalam diri kita akan tumbuh dengan sendirinya sesuai dengan apa yang dikehendaki untuk memuliakan Allah. Tidak hanya disitu, kita pun harus dapat menghidupinya sehingga pada akhirnya kita dapat menjadi seperti Salomo. Memang, semuanya ini tidak mudah, tetapi kabar gembiranya Tuhan akan selalu menyertai dan membantu kita, agar segala keputusan yang diambil sesuai dengan kehendak-Nya. hingga pada suatu hari kita benar-benar menjadi warga Kerajaan Allah. 

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • Mengapa Yesus harus mati di salib? Apakah salib adalah satu-satunya cara untuk menebus dosa kita umat manusia? Jika Tuhan Maha Besar, mengapa Dia tidak hanya mengucapkan “engkau diampuni”? Mengapa Tuhan membiarkan Anak-Nya mati untuk kita? Pertanyaan-pertanyaan ini sering kita dengar dan dalam kesempatan ini, Romo Bayu, OP memberikan jawaban singkat tentang pertanyaan tersebut. Untuk mengetahui lebih jauh tentang kisah penyaliban Yesus, silakan melihat katekese tentang kisah sengsara dan kematian Yesus. 

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (26 Juli 2020)

    Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

    [Bacaan Injil : Matius 13 : 44 - 52

    (Hari Minggu Biasa ke-17)]

    Perumpamaan tentang harta terpendam dan mutiara yang indah adalah salah satu dari perumpamaan Yesus yang paling pendek namun memikat. Melalui dua perumpamaan ini, Yesus mengajar murid-murid-Nya bahwa kerajaan-Nya sangat berharga, dan untuk mencapainya, kita harus menyerahkan segalanya. Kita tidak bisa menipu atau mencurinya. Kita harus menerimanya dengan cara yang benar. Ajaran seperti ini sendiri bukanlah sesuatu yang baru dalam Injil Matius. Kembali pada bab 10, Yesus menyatakan bahwa mereka yang lebih mengasihi orang tua mereka daripada Yesus, tidak layak bagi Yesus. Semua atau tidak sama sekali bagi Yesus! Prinsip yang sama juga berlaku bagi kerajaan-Nya. Apakah mungkin untuk menyerahkan segalanya untuk Yesus dan Kerajaan-Nya? Jawabannya tergantung apakah kita menganggap Kerajaan sebagai sesuatu yang benar-benar berharga bagi kita. Pedagang itu, misalnya, bisa saja melihat bahwa Mutiara itu adalah mutiara yang indah, tetapi jika ia tidak melihatnya sebagai sangat berharga, ia tidak akan menjual segala yang ia miliki untuk membeli mutiara itu. Sekedar mengetahui itu berbeda dari menerimanya sebagai sesuatu yang berharga. Yang satu tetap ada di pikiran dan yang lain bergerak di dalam hati. Kita mungkin menyadari bahwa Yesus adalah Juruselamat dan Tuhan kita, tetapi apakah kita menghargai Dia dan menjadikan Dia sebagai prioritas utama kita? Kita mungkin sadar bahwa Gereja adalah Kerajaan Allah, tetapi apakah kita menganggapnya berharga? Apakah kita menyerahkan segalanya untuk Yesus dan tubuh-Nya, Gereja? Bagaimana kita membuat sesuatu yang berharga? Ketika kita mencintai seseorang atau sesuatu, kita menghargainya. Ketika mereka berharga, kita menjadikannya seperti harta kita. Ketika itu adalah harta kita, di sanalah hati kita berada. Ketika mencintai sebuah pekerjaan, kita menghargainya dan menjadikannya sebagai prioritas kita. Ketika mencintai keluarga, kita menghargai mereka, dan kita mengerahkan waktu dan upaya untuk membuat mereka bahagia. Kita dibaptis sebagai seorang Katolik dan orang tua mengajar kita bahwa Yesus adalah Tuhan kita. Kita mungkin belajar di sekolah-sekolah Katolik dan pergi ke Gereja setiap Minggu. Tetapi, apakah kita mengasihi Yesus dan Gereja-Nya atau hal ini hanya sebatas pengetahuan di kepala? Apakah Yesus berharga dan berharga bagi kita sehingga kita rela menyerahkan segalanya untuk-Nya? Apakah kita menghargai Yesus dan menaruh hati kita di dalam Dia?

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (19 Juli 2020)

    Romo Adrian Adiredjo, OP

    [Bacaan Injil : Matius 13 : 24 - 43

    (Hari Minggu Biasa ke-16)]

    Yesus dalam injil hari ini memberikan tiga perumpamaan tentang Kerajaan Allah. Memang, dalam menggambarkan tentang Kerajaan Allah tidak mudah, karena hal ini tidak sama dengan kerajaan dunia. Salah satu perumpaan yang digunakan oleh Yesus adalah tentang biji sesawi. Benih sesawi ini merupakan benih yang paling kecil dari segala jenis tumbuhan lainnya. Hal yang perlu kita ketahui adalah Yesus sendiri yang membangun Kerajaan Allah. Mulai dari Yesus memanggil para murid hingga Dia memanggil kita semua untuk menjadi warga Kerajaan Allah. Yesus membangun Kerajaan Allah mulai dari yang kecil hingga sekarang menjadi besar, terutama Ia membangun kita semua untuk turut serta mengambil bagian dari Kerajaan Allah. Hal ini sama seperti biji sesawi, pertama benih ini kecil, lalu lama-kelamaan benih ini menjadi tumbuh besar. Benih tersebut merupakan kita, meskipun kita semua kecil tetapi sungguh berharga di mata Tuhan. mengapa demikian, karena biji sesawi membawa hidup yang penuh berkelimpahan akan kepenuhan janji Allah. Biji sesawi ini ketika ditanam harus dimasukan kedalam tanah dan biji sesawi tersebut merasakan kegelapan, meskipun demikian disana masih ada kehidupan. Dalam hidup, kita kerap kali merasakan kegelapan bahkan merasakan bahwa hidup tidak berarti, ditambah lagi ketika menghadapi situasi sulit dalam hidup kita. Meskipun berjuang sendiri dengan segala kelemahan yang kita miliki, tentunya tidak mudah. Oleh sebab itu, dalam hidup pula diperlukan kemampuan untuk melawan tantangan-tantangan dan hal-hal yang jahat, seperti dalam perumpamaan gandum dan ilalang. Dalam situasi sulit ini, banyak orang yang marasakan depresi dan tidak tahu arah hidupnya akan kemana. Ada satu hal yang penting perlu kita ingat adalah kemampuan untuk terus berharap. Seperti biji sesawi, ia dikubur dalam tanah yang gelap, tetapi Allah tidak pernah meninggalkan. Ketika kita terus berharap kepada Allah untuk terus memelihara hidup yang dijalani, maka akan ada pertumbuhan atau perkembangan. Mungkin sekarang kita semua depresi dan tidak tahu harus bagaimana, tetapi hal yang perlu dipercayai adalah Allah punya rencana untuk hidup kita. Maka, kita perlu menghidupi rencana Allah, bukan rencana kita sendiri. kesetian terhadap rencana Allah sangat diperlukan, seperti biji sesawi pada waktunya akan tumbuh besar bahkan seperti pohon, ia telah mencapai kepenuhannya. Memang, ada tumbuhan lain yang lebih besar bahkan kuat dari tumbihan sesawi, tetapi Yesus mengatakan ketika biji sesawi tumbuh menjadi besar burung-burung akan bersarang di daunnya. Ini menandakan bahwa kita tidak perlu membandingkan hidup kita dengan orang lain, melainkan kita harus terus hidup untuk memenuhi rencana Allah. Seperti biji sesawi yang hanya memberikan tempat istirahat untuk mahluk lain. inilah yang disebut pemenuhan akan rencana Allah ketika hidup kita berguna bagi orang-orang yang disekitar kita.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (19 Juli 2020)

    Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

    [Bacaan Injil : Matius 13 : 24 - 43

    (Hari Minggu Biasa ke-16)]

    Perumpamaan tentang gandum dan ilalang adalah sangat unik. Pertama, jika kita menjadi orang yang akan menghancurkan ladang gandum lawan, kita tahu bahwa ada beberapa cara lain yang lebih efektif untuk mencapainya. Kita cukup membakar beberapa gandum, dan seluruh ladang pada akhirnya akan berubah menjadi api raksasa. Tetapi, musuh ini memilih taktik yang tidak lazim: menabur benih ilalang selama masa tanam. Meskipun ilalang dapat mengganggu pertumbuhan gandum, mereka tidak akan cukup merusak dan menggagalkan panen. Jadi, apa tujuannya? Yang mengejutkan adalah keputusan pemilik ladang. Ketika dia diberitahu tentang keberadaan ilalang, dia segera tahu pelakunya, dan bukannya bertindak cepat untuk melindungi gandumnya, dia memutuskan untuk membiarkan ilalang tumbuh subur di antara gandumnya. Pemilik ladang adalah Allah Sendiri dan Dia mengizinkan anak-anak si jahat tumbuh di antara anak-anak Allah, baik di dunia maupun di Gereja. Tuhan sungguh mengizinkan hal itu! Dia mengizinkan anak-anak-Nya tidak akan memiliki perjalanan dan pertumbuhan yang mulus di dunia. Tuhan mengizinkan anak-anak-Nya diganggu dan bahkan dianiaya oleh si jahat. Tuhan mengizinkan anak-anak-Nya mengalami cobaan dan saat-saat sulit. Pertanyaannya adalah mengapa? Tuhan mengizinkan hal-hal buruk terjadi karena ini untuk kebaikan kita! Kebaikan macam apa ini? Dari sudut pandang manusiawi kita, mungkin ini tidak masuk akal, tetapi dari sudut pandang-Nya, segala sesuatunya terjadi dengan sangat indah bagaikan sebuah simfoni. Yesus mengundang kita untuk memanggil Allah sebagai Bapa, dan surat kepada orang-orang Ibrani mengingatkan kita, “karena Tuhan mendisiplinkan orang yang dikasihi-Nya,  dan Ia menyesah orang yang diakui-Nya sebagai anak.” Pencobaan dan kesulitan adalah pedagogi Tuhan terhadap siapa yang Dia kasihi. Sebagai orang tua, kita tahu bahwa kepedulian dan disiplin harus berjalan bersamaan. Kita sangat menyadari bahwa disiplin sejati juga adalah cara mencintai. Jika ingin anak-anak kita berhasil dalam kehidupan mereka, kita perlu mengajar mereka untuk menunda kepuasan mereka. Kita membiarkan mereka mengalami rasa sakit dan kesulitan terlebih dahulu sebelum kita memberi mereka hadiah. Kita harus percaya bahwa hal ini juga sama dengan Bapa kita di surga. Dia mengasihi kita dengan mengizinkan kita menanggung rasa sakit di dunia ini sehingga agar dapat benar-benar menghargai karunia rohani.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (12 Juli 2020)

    Romo Adrian Adiredjo, OP

    [Bacaan Injil : Matius 13 : 1 - 9

    (Hari Minggu Biasa ke-15)]

    Dikatakan dalam injil hari ini adalah bahwa Sang Penabur adalah Kristus sendiri, Ia merupakan seorang penabur yang luar biasa. Tentunya, ketika ingin menabur kita harus bisa menyiapkan tanhannya dengan sabaik-baiknya, agar apa yang ditabur dapat tumbuh dengan baik. Akan tetapi, Yesus menaburkan benihnya diberbagai tanah, antara lain, yang berbatu, berduri, bersemak dan tanah yang bagus sekalipun. Ini menandakan bahwa Yesus adalah seorang yang murah hati. Sabda-Nya ditaburkan kepada semua orang agar dapat hidup disetiap orang. Sabda Allah dapat diterima manusia bukan semata-mata karena kecerdasan manusia, melainkan karena sabda itu turun dari Allah sendiri yang menjadi manusia untuk bisa membuka rahasia Kerajaan Allah. Jika sang penabur yaitu adalah Yesus dan tanahnya adalah manusia, lalu mengapa sabda itu tidak bisa tumbuh? Mengapa ada banyak orang meskipun sudah mendengarkan sabda Allah tidak dapat hidup berkelimpahan? Daam injil dikatakan bahwa tanah untuk menabur benih merupakan hal yang penting. Oleh sebab itu, kita sebagai manusia memiliki peran untuk bisa menerima sabda Allah itu sendiri. Hal ini dikarenakan manusia merupakan mahluk yang beda dari ciptaan Allah lainnya, karena memiliki akal budi dan kehendak bebas. Diperlukan sebuah pengolahan dari manusia bagaimana untuk bisa menerima sabda Allah, yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai kita sama seperti tanah berduri atau berbatu yang tidak bisa ditanami oleh sang penabur. Kadangkala Yesus mengetuk hati kita untuk dapat menjawab panggilan-Nya, tetapi karena hati manusia yang keras dan tertutup, membuat sabda Allah sulit untuk dapat dicerna oleh hati kita. Tuhan tidak pernah menciptakan manusia yang jahat, tetapi karena kebiasaan manusia yang melakukan dosa secara berulang-ulang membuat hatinya sulit untuk menerima Allah. Kita perlu belajar untuk bisa terbuka terhadap sabda Tuhan, pertama-tama dengan membuka hati kepada Tuhan. Jangan sampai hati kita tertutup karena kesombongan, iri hati, dan rasa dengki yang dimiliki manusia. Diperlukan kemampuan untuk bisa menjauhi hal-hal yang sifatnya duniawi, diperlukan sebuah keputusan apakah ingin mengikuti sabda Tuhan atau ingin mengikuti keinginan diri sendiri? Kulaitas hidup kita tergantung dengan apa yang diambil dalam keputusan sehari-hari, semakin kita hidup dalam sabda Tuhan, maka kita akan semakin kuat. Tuhan menciptakan manusia untuk bisa menjadi partner-Nya dan kita merupakan tanah-Nya harus terus diolah agar sabda Tuhan dapat tumbuh dalam hati kita.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (12 Juli 2020)

    Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

    [Bacaan Injil : Matius 13 : 1 - 23

    (Hari Minggu Biasa ke-15)]

    Dalam Injil hari ini, kita mengamati reaksi para murid setelah Yesus berbicara perumpamaan-Nya yang pertama. Mereka bingung dan heran! Mengapa? Karena Yesus tiba-tiba mengubah metode pengajaran-Nya. Yesus membuat perubahan tak terduga yang membuat banyak orang dan termasuk murid-Nya tak paham dengan mengunakan perumpamaan. Apa yang sebenarnya terjadi? Untuk dapat memahaminya, kita perlu melihat bahwa perumpamaan telah digunakan bahkan sebelum Yesus, secara khusus dalam Perjanjian Lama. Salah satu contoh klasik adalah perumpamaan dari nabi Natan yang ditujukan kepada raja Daud [Lihat 1 Raja 12]. Salah satu kekuatan perumpamaan adalah memiliki pesan tersembunyi yang tidak langsung untuk membuat orang berpikir lebih dalam tentang diri mereka sendiri. Perumpamaan tentang penabur mengungkapkan kondisi nyata dari pewartaan Yesus. Para penatua dan orang-orang Farisi seperti jalan setapak. Mereka mendengar khotbah Yesus, tetapi masih memilih untuk berada di bawah pengaruh kegelapan, dan berusaha untuk menghancurkan Yesus. Banyak orang seperti tanah berbatu karena mereka hanya mencari Yesus untuk memuaskan kebutuhan mereka. Yang lain seperti tanah yang dipenuhi duri karena mereka mengikuti Yesus untuk sementara waktu, tetapi ketika pencobaan datang, mereka meninggalkan Yesus. Terakhir, tanah subur adalah para murid. Perumpamaan tentang penabur mengungkapkan realitas zaman kita. Sebagian dari kita seperti jalan setapak, mungkin kita dibaptis Katolik, tetapi kita tidak pernah hidup seperti itu, dan masih hidup dalam dosa. Beberapa dari kita seperti tanah berbatu. Kita memperlakukan Yesus dan Gereja-Nya sebagai tempat hiburan, dan kita hanya mencari diri sendiri daripada Tuhan. Sebagian dari kita seperti tanah yang dipenuhi duri. Kita gembira menjadi orang Kristen, tetapi kita tidak masuk lebih dalam iman kita, dan ketika pencobaan atau keraguan melanda, kita dengan mudah meninggalkan Tuhan. Dan semoga, banyak dari kita seperti tanah subur. Kita melakukan yang terbaik untuk menerima Firman Tuhan dan memastikan bahwa itu akan tumbuh dan menghasilkan buah. Kabar baiknya adalah firman Tuhan sangat berdayaguna sehingga bahkan dapat berbuah adalah tanah yang berbatu-batu sekalipun. Rahmat sungguh cuma-cuma tetapi tidak murahan, dan kita perlu melakukan bagian kita. Adalah misi kita untuk mengubah tanah berbatu menjadi tanah yang subur bagi Tuhan.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • Salah satu pertanyaan yang sering kita dengar adalah apakah berdoa di depan patung atau gambar orang-orang kudus adalah menyembah berhala? Di katekese singkat ini, Romo Bayu, OP menjawab pertanyaan tersebut berdasarkan Biblis dan Katekismus Gereja Katolik.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (05 Juli 2020)

    Romo Adrian Adiredjo, OP

    [Bacaan Injil : Matius 11 : 25 -30

    (Hari Minggu Biasa ke-14)]

    Kuk merupakan salah satu benda yang terbuat dari kayu yang dipasangkan dipundak sapi atau kerbau untuk membajak sawah. Ketika kuk tersebut dipasangkan di pundak kerbau atau sapi, menandakan bahwa sapi tersebut siap menerima tugas untuk dipekerjakan. Dalam injil hari ini Yesus memerintahkan pikullah kuk yang Ku pasang, ini menandakan bahwa kita semua harus siap menerima tugas atau tanggung jawab yang Yesus berikan. Tanggung jawab yang diberikan harus diterima dengan rasa syukur karena Yesus mempercayakan kepada kita semua akan karya belas kasihan-Nya. Ketika Yesus mempercayakan tugas dan tanggung jawab kepada kita, ini menandakan bahwa keberadaan kita sungguh berarti di mata Tuhan yang patut untuk dihargai. Setiap orang tentunya memiliki tugas, tanggung jawab yang diberikan terkadang melelahkan dan dilihat sebagai beban yang berat, tetapi disinilah kita harus terus berusaha agar dapat mengerti makna sesungguhnya dari hidup yang dijalani. Hari ini Tuhan mengajarakan kita semua melalui Yesus, bagaimana kita dalam menjalankan tugas ini dengan rendah hari dan lembut seperti Yesus. Ini menandakan bahwa kita menerima tanggung jawab dengan apa adanya, karena terkadang kita menerima tugas dengan ego agar dapat dilihat hebat oleh orang lain. Melalui kerendahan hati kita akan sadar, meskipun kita kecil atau terbatas tetapi Tuhan akan selalu menyertai dan memampukan kita. Ini menandakan bahwa Tuhan berjalan bersama dan kita tidak akan pernah sendirian dalam menjalankan tugas, karena Tuhan akan selalu ada disamping kita. Yesus telah memberikan contoh dalam menjalankan tugas yaitu dengan lembut, ini artinya harus disertai dengan kasih dan penuh pengorbanan. Bukan masalah besar atau kecil tanggung jawab yang diterima, melainkan seberapa mampu kita mengerjakan tugas yang diberikan, meskipun tugasnya kecil jika dilakukan dengan sepenuh hati maka akan memberikan hidup bagi orang lain. Tidak ada orang yang terlalu kecil dimata Tuhan, semua orang akan berguna di mata Tuhan sejalan dengan sebagaimana mestinya ia menjalankan misi yang Tuhan berikan.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • (05 Juli 2020)

    Romo Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

    [Bacaan Injil : Matius 11 : 25 - 30

    (Hari Minggu Biasa ke-14)]

    Dari dua hari minggu sebelumnya, Yesus menunjukan apa yang harus kita serahkan untuk menjadi murid-Nya. Hal-hal yang harsu kota lepaskan demi Yesus sangatlah sulit. Kita harus mengikuti Yesus kemanapun dia pergi, mengasihi Yesus lebih dari orang tua kita, bahkan harus siap untuk menderita, menanggung kesulitan, memikul salib, dan menyerahkan hidup bagi Yesus. Maka pada akhirnya, pilihannya adalah Yesus atau tidak sama sekali. Namun, mengikuti Yesus tidak semua tentang kesulitan dan pengorbanan. Hari ini kita mendengarkan bahwa menjadi murid-Nya, kita menerima “hal-hal baik” yang hanya Yesus bisa berkan. Dalam injil hari ini, Yesus menunjukan sisi yang lain. Dia menunjukan diri-Nya sebagai orang yang lembut dan rendah hati, bahkan Dia berjanji untuk memberi kelegaan atau istirahat kepad amereka yang datang kepada-Nya. Ada stu hal menarik yang Yesus katakan bahwa untuk beristirahat, kita perlu memikul kuk Yesus. Kuk adalah alat yang diletakan diatas bahu untuk membawa beban. Bagi Yesus, istirahat bukanlah membuang kuk, melainkan harus memikul kuk, tanggung jawab, dan misi dalam hidup kita. Apakah dengan membawa kuk kita akan mendapatkan kelegaan? Yesus merupakan tukang kayu. Dia tahu bahwa kuk yang tidak pas dibahu hanya akan menambah beban dan membuat sakit. Namun, kuk yang dirancang sempurna akan terasa mudah dan nyaman diangkat. Ini adalah kuk Yesus yang bisa menjadi sebuah contoh bagi kita semua. Lalu, ada pula kuk ganda dan ini merupakan kuk yang ditawarkan Yesus untuk kita. hal ini dikarenakan kita tidak akan pernah sendirian untuk membawa kuk ini dan Yesus akan membawa kuk bersama kita. Ketika kita merasa lelah, disitulah Yesus megambil alih dan kita akan menemukan istirahat dan kelegaan. Dalam injil Matius Yesus menyuruh murid-murid-Nya untuk memikul salib (Mat 10:38) dan kuk (Mat 11:29). Yesus nampaknya membuat hubungan antara keduanya yaitu kuk-Nya dan salib kita. Salib yang dipikul tidak seberat yang kita duga karena Yesus membawanya bersama kita. Kita harus menyadari bahwa Yesus pun akan selalu bersama kita untuk memikul salib kita. inilah yang terlihat jelas dalam injil hari ini. Itulah mengapa memanggul salib-Nya, kita menemukan istirahat dan penghiburan sejati.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message
  • Minggu lalu Romo Bayu, OP telah menjawab beberapa pertanyaan yang sering ada di dalam pikiran kita tentang doa kepada orang kudus. Tapi apa sebenarnya arti doa kepada para kudus? Apakah dengan berdoa kepada mereka, artinya kita juga menyembah mereka? Mengapa kita perlu berdoa kepada mereka? Sekali lagi, dalam katekese singkat ini, Romo Bayu, OP akan menjawab pertanyaan tersebut.

    --- Send in a voice message: https://anchor.fm/aquinas-center/message