Episodes
-
Munculnya banyak seniman baru di dalam negeri, baik dari jalur akademi seni maupun dari jalur di luarnya dan tersambungnya medan seni rupa dalam negeri dengan medan seni rupa internasional. Fenomena tersebut kemudian memunculkan sejumlah 'biennale' atau pameran-pameran besar di Jakarta, Yogyakarta dan kota-kota lain (di Jawa dan luar Jawa). Ade Darmawan dan Agung Hujatnikajennong, bersama moderator Gesyada Siregar dalam “Ngomong-ngomong Soal: Publik dan Pameran Besar Seni Rupa”, membahas bagaimana para penggagas dan penyelenggara 'biennale' memperhitungkan selera publik dan menghubungkannya dengan produksi kebaruan ('production of novelty') dalam seni rupa.Program ini didukung oleh Pemerintah Provinsi DKI jakarta melalui Dinas Kebudayaan Provinsi DKI JakartaMusik oleh Sri Hanuraga.--𝐌𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐒𝐨𝐬𝐢𝐚𝐥Twitter: https://www.twitter.com/saliharaInstagram: https://www.instagram.com/komunitas_saliharaTikTok: https://www.tiktok.com/@komunitas_saliharahttps://salihara.org#salihara #senidanruangpublik #podcast #SeniRupa
-
Pencemaran udara, air, tanah, perampasan ruang-ruang publik demi komersialisasi, penebangan hutan, dan berjangkitnya penyakit yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Dalam kondisi tersebut, bagaimana hubungan antara seni dan masyarakat, terutama pada bagaimana kesenian atau produk seni menimbulkan kesadaran baru terhadap perawatan dan penyelamatan lingkungan? Bersama moderator Zen Hae dan narasumber Saras Dewi dan Teguh Ostenrik, membahas bagaimana dari sisi kesenian berkolaborasi dan peduli terhadap fenomena lingkungan dalam “Ngomong-ngomong Soal: Silang Sengkarut Seni dan Lingkungan”.
Program ini didukung oleh Pemerintah Provinsi DKI jakarta melalui Dinas Kebudayaan Provinsi DKI JakartaMusik oleh Sri Hanuraga.
Ikuti terus Siniar Salihara untuk mendengarkan episode terbaru musim ini.
-
Missing episodes?
-
Seni rupa di Indonesia tidak lepas dari hadirnya museum sebagai cerminan dari perkembangan kebudayaan bangsa kita, seperti Museum Nasional dan Galeri Nasional. Museum-museum tersebut layaknya Perpustakaan Nasional, Istana Negara, Arsip Nasional, dan lain sebagainya, adalah simbol-simbol utama bagi sebuah negara. Kini, hadir Museum Cagar Budaya sebagai upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi ruang-ruang pamer yang dapat membantu pemasukan negara. Bersama moderator Ibrahim Soetomo dan narasumber Ricky Pesik dan Asmudjo Jono Irianto, akan membahas peran MCB dan bagaimana komitmennya terhadap dunia seni rupa Indonesia dalam perbincangan “Ngomong-ngomong Soal: Kelembagaan dalam Seni Rupa”. Ikuti terus Siniar Salihara untuk mendengarkan episode terbaru musim ini.Program ini didukung oleh Pemerintah Provinsi DKI jakarta melalui Dinas Kebudayaan Provinsi DKI JakartaMusik oleh Sri Hanuraga.
-
Sukarno dikenal sebagai salah satu Presiden Indonesia yang memiliki perhatian pada karya seni. Pada masanya, ia mengoleksi lukisan dan patung di Istana Negara. Tak hanya itu, ia juga memperkenalkan ragam kesenian lain, seperti mozaik keramik, mural, dan relief. Relief pada era Sukarno memiliki kedudukan yang unik, ia diciptakan untuk mencerminkan semangat Indonesia yang baru. Relief hadir di konteks ruang publik yang cukup spesifik, seperti di hotel, ruang VIP bandara, dan di pusat perbelanjaan. Seiring berjalannya waktu, beberapa relief tersebut terbengkalai. Bersama moderator Ibrahim Soetomo dan narasumber Asikin Hasan dan Bambang Eryudhawan, Siniar Salihara hadir dengan perbincangan “Ngomong-ngomong Soal: Relief Era Bung Karno”.
Ikuti terus Siniar Salihara untuk mendengarkan episode terbaru musim ini. Program ini didukung oleh Pemerintah Provinsi DKI jakarta melalui Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Hubungan antara teknologi digital dengan seni rupa sebetulnya bukanlah hal yang baru. Hubungan tersebut juga tidak lepas dari beberapa aspek yang memengaruhi pemutakhiran teknologi dalam kehidupan sehari-hari kita. Melalui prinsip kerja ini dan semakin canggihnya teknologi digital yang bisa kita gunakan untuk mencipta atau mengapresiasi, adakah perubahan dalam cara kita memandang seni? Dan bagaimana relasi antara seniman, teknologi, karya, dan audiensnya? Dalam episode terakhir Siniar Salihara musim keempat, Rebecca Kezia bersama narasumber Bob Edrian akan membahas hubungan antara teknologi digital dengan seni rupa dalam “Ngomong-ngomong Soal: Imajinasi, Manipulasi dan Ilusi dalam Rupa Digital”.
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Hampir semua aspek kehidupan manusia dipengaruhi oleh teknologi digital serta mengubah cara bertindak dan cara berinteraksi kita dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, pengaruh teknologi digital masuk dalam salah satu cabang ilmu pengetahuan yaitu humaniora, yang mempertanyakan kembali tentang manusia dan sekitarnya. Tapi, bagaimana posisi manusia ketika teknologi digital telah masuk dalam ilmu humaniora? Apakah ada yang berubah dan apakah perubahan ini memperkaya cara pandang kita dalam memaknai kehidupan? Bersama host Rebecca Kezia dan narasumber Fadjar Ibnu Thufail akan membahasnya dalam Siniar Salihara musim keempat episode pertama: “Ngomong-ngomong soal: Reformasi Ilmu dalam Budaya Digital”.
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Sastra sebagai salah satu cabang penciptaan sebuah kesenian yang lekat dengan unsur kepengarangan seperti adanya konteks, sejarah, dan bentuk bahasa yang menjadi ekspresi pengarangnya, kini telah dimasuki oleh sesuatu yang lebih objektif melalui kerja teknologi digital seperti adanya perangkat kecerdasan atau AI. Namun, apa sebetulnya yang hendak ditawarkan melalui usaha atau eksperimen ini? Apakah hal ini dapat memperkaya pembacaan kita dalam mengapresiasi karya sastra? Pertanyaan-pertanyaan ini akan dibahas pada Siniar Salihara musim keempat episode kedua bersama Rebecca Kezia dan narasumber Martin Suryajaya dalam “Ngomong-Ngomong Soal: Puitika Mesin: Pedang Bermata Dua”.
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Toeti Heraty adalah penyair perempuan yang mulai muncul pada awal 1960-an. Ia pembelajar sekaligus doktor filsafat. Toeti juga menyatakan pemikirannya dalam tulisan-tulisan non-fiksi dan ia pun mendirikan "Jurnal Perempuan" dan jurnal budaya dan filsafat "Mitra". Jika para penyair laki-laki sebelumnya kelewat banyak mengandalkan keharuan dan ilham dalam penulisan puisi, pada puisi Toeti Heraty mulai muncul siasat untuk membunyikan perenungan atau meditasi intelektual, yang kemudian membuat puisi-puisinya terasa lebih diskursif daripada liris dan dipenuhi pernyataan feminisme. Bersama host Ibrahim Soetomo dan narasumber Avianti Armand, Siniar Salihara musim ketiga hadir dengan “Ngomong-Ngomong Soal Toeti Heraty: Manifesto, Filsafat, dan Puisi”.
Musim ketiga Siniar Salihara hadir dengan topik "Perempuan Penulis". Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Siti Rukiah atau S. Rukiah aktif menulis pada masa Kemerdekaan hingga 1965. Ia menulis puisi, cerpen, novel dan cerita anak-anak. Di luar pekerjaannya sebagai seorang penulis, Rukiah adalah seorang guru, redaktur dan aktivis politik, ia juga bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) dan menjadi salah satu elite pemimpinnya. Prosa-prosanya menampilkan kembali korban revolusi di kalangan rakyat jelata yang tidak berdosa, sebagaimana ditampilkan dalam Tandus (1952). Seperti apa kiprah dan karya-karya S. Rukiah? Ibrahim Soetomo bersama Dewi Kharisma Michellia akan mengurainya dalam “Ngomong-Ngomong Soal Rukiah: Yang Menuai di Ladang Tandus”.
Musim ketiga Siniar Salihara hadir dengan topik "Perempuan Penulis". Episode terbaru hadir setiap Senin. Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Saadah Alim adalah salah satu penulis perempuan yang menyuarakan penentangannya pada tradisi poligami dan kawin karena perjodohan dalam budaya Minangkabau. Ia mengajukan pemikiran tentang perlunya kebebasan bagi perempuan dalam menentukan hidupnya, baik dalam rumah tangga maupun dunia kerja. Melalui lakon "Pembalasannya" (1940) dan kumpulan cerita pendek "Taman Penghibur Hati" (1941), Saadah menyajikan cerita-cerita psikologis yang memberikan perspektif baru dalam budaya Minangkabau saat itu. Ikuti perbincangan tentang Saadah Alim dan karya-karyanya bersama Ibrahim Soetomo dan narasumber Aura Asmarandana dalam “Ngomong-Ngomong Soal Saadah Alim: Perlawanan Dan Kepatuhan”.
Musim ketiga Siniar Salihara hadir dengan topik "Perempuan Penulis". Episode terbaru hadir setiap Senin.
-
Soewarsih Djojopuspito menulis roman pertama dalam bahasa Belanda berjudul “Buiten het Garrel” yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi “Manusia Bebas”. Pada masa 1930-an, Soewarsih tak hanya aktif dalam aktivitas sebagai penulis, ia juga aktif dalam pergerakan. Roman “Manusia Bebas” disebut sebagai “dokumentasi zaman pergerakan” yang memberikan kita semacam potret tajam tentang bagaimana kaum pergerakan nasional bertumbuh. Bersama Ibrahim Soetomo dan narasumber Dhianita Kusuma Pertiwi, Siniar Salihara musim ketiga hadir dengan “Ngomong-ngomong soal: Soewarsih Dan Dilema Kaum Pergerakan”.
Episode terbaru Siniar Salihara musim ketiga hadir setiap Senin. Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Chairil Anwar kerap menulis puisi dengan judul yang berhubungan dengan laut, di antaranya puisi “Senja di Pelabuhan Kecil”, “Cintaku Jauh di Pulau”, dan “Kabar dari Laut”. Chairil seperti sedang menggambarkan bagaimana pengalamannya terhadap suasana laut. Apakah Chairil menuangkan pengalamannya terhadap laut pada puisinya? Dan bagaimana motif laut dari sisi Chairil? Ibrahim Soetomo bersama Dewi Anggraeni akan membahas puisi Chairil dan laut dalam “Ngomong-ngomong Soal: Aku dan Chairil Anwar”.
Siniar ini adalah bagian dari acara “Seratus Tahun Chairil Anwar” yang akan dilaksanakan pada 27-30 Oktober 2022 di Komunitas Salihara. Informasi tentang acara ini, kunjungi www.salihara.org.
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
..Puisi Chairil Anwar menuliskan bagaimana suasana urban yang ditulis pada zamannya, namun rasanya justru sangat relevan dengan kondisi sekarang. Chairil mengelaborasi hal-hal sehari-hari ke dalam puisinya dan memberikan gambaran hidup yang nyata bagi pembacanya. Lantas kenapa Chairil memilih untuk menuliskannya menjadi puisi? Ikuti perbincangan Ibrahim Soetomo dan Hamzah Muhammad dalam “Ngomong-ngomong Soal: Aku dan Chairil Anwar”.
Siniar ini adalah bagian dari acara “Seratus Tahun Chairil Anwar” yang akan dilaksanakan pada 27-30 Oktober 2022 di Komunitas Salihara. Informasi selengkapnya kunjungi www.salihara.org
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Karya Chairil Anwar kerap jadi salah satu contoh puisi Indonesia yang muncul pada pelajaran bahasa Indonesia di bangku sekolah, salah satunya puisi “Aku”. Sajak Chairil juga seringkali memberi pengaruh kepada pembacanya. Putri Minangsari seorang penari Bali dan penulis, membagikan bagaimana pengalaman pertamanya membaca puisi Chairil. Bersama host Ibrahim Soetomo dalam musim kedua Siniar Salihara “Ngomong-ngomong Soal: Aku dan Chairil Anwar”.
Siniar ini adalah bagian dari acara “Seratus Tahun Chairil Anwar” yang akan dilaksanakan pada 27-30 Oktober 2022 di Komunitas Salihara. -
Dominasi Jakarta sebagai pusat produksi dan distribusi karya sastra Indonesia bisa ditelusuri hingga masa awal abad ke-20—atau lebih awal dari itu. Muncul hiruk-pikuk perlawanan terhadap dominasi Jakarta dalam sastra Indonesia. Misalnya pada 1990-an muncul gerakan “Revitalisasi Sastra Pedalaman” (RSP) yang berpusat di Ngawi, Jawa Timur. Namun baik pula jika kita menilai secara kritis perlawanan tersebut. Apakah dominasi Jakarta sebagai pusat akan tetap menyala? Ikuti perbincangan Ibrahim Soetomo dan Melani Budianta dalam "Ngomong-ngomong Soal: Jakarta yang Bikin Keki".
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Perdebatan tentang pascamodernisme di Indonesia baru berlangsung sepanjang tahun 1993-1994, namun situasi yang melatarinya bisa kita lacak dari tahun 1980-an ketika Orde Baru begitu kuat. Ada banyak reaksi atas munculnya paham pascamodernisme, mulai dari yang mendukung sampai yang menolak. Lantas apa dan bagaimana sesungguhnya pascamodernisme ini, terutama di Indonesia? Apa kaitan pemikiran pascamodernisme dengan situasi sosial-politik Orde Baru saat itu? Ikuti perbincangan Ibrahim Soetomo dan Akhmad Sahal dalam "Ngomong-ngomong Soal: Demam Pascamodernisme Dan Senjakala Orde Baru".
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Dalam sebuah acara bertajuk “Sarasehan Kesenian 1984” yang digelar di Solo, 28-29 Oktober 1984, Arief Budiman dan Ariel Heryanto mencetuskan pemikiran seputar “Sastra Kontekstual” yang kemudian menimbulkan beragam tanggapan. Mereka mengusung pemikiran sastra yang lebih terlibat, lebih kontekstual, terkait situasi dan lingkungan masyarakat Indonesia. Seperti apa keterlibatan sastra Indonesia dalam persoalan-persoalan masyarakat? Ikuti perbincangan Ibrahim Soetomo dan Manneke Budiman dalam "Ngomong-ngomong Soal: Kenapa Sastra Harus Kontekstual?"
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Beberapa wacana dalam penulisan kritik ramai dibicarakan di kalangan sastrawan. Pada akhir tahun 1960-an hingga awal 1980, dua wacana penting tentang pandangan kritik pun muncul, dari “Aliran Ganzheit” dan “Aliran Rawamangun”. Seperti apa wacana dalam kritik menurut Ganzheit maupun Rawamangun? Apa pengaruh dari keduanya bagi lapangan penelitian sastra maupun kreativitas sastra? Ikuti perbincangan Ibrahim Soetomo dan Arif Bagus Prasetyo tentang salah satu polemik penting dalam perkembangan sastra Indonesia.
Musik oleh Sri Hanuraga
-
Pertentangan ideologi antara seniman Lekra dan Manifes Kebudayaan memanas sepanjang dasawarsa 1950 sampai 1960-an. Ada kecurigaan bahwa pembahasan Manifes Kebudayaan dan Lekra, sebenarnya terlalu sempit dan diarahkan hanya sebatas komunis dan anti komunis. Kenapa polemik ini terjadi? Apa sebenarnya cikal bakal perseteruan di antara keduanya dan siapa saja yang terlibat? Ikuti perbincangan Ibrahim Soetomo dan Zen Hae dalam "Ngomong-Ngomong Soal Polemik Kebudayaan: Belok Kiri Turun ke Bawah".
Musik oleh Sri Hanuraga.
-
Silang pendapat dalam menentukan orientasi kebudayaan Indonesia bisa dilihat sebagai satu cetusan angkatan 𝘗𝘰𝘦𝘥𝘫𝘢𝘯𝘨𝘨𝘢 𝘉𝘢𝘳𝘰𝘦. Sutan Takdir Alisjahbana hadir dengan pandangan Barat dan Sanusi Pane hadir dengan pandangan Timur. Masih pentingkah membayangkan Indonesia yang melihat ke barat atau timur? Adakah temuan Indonesia yang seutuhnya hari ini? Ikuti perbincangan Ibrahim Soetomo dan Nirwan Dewanto tentang salah satu polemik penting dalam sejarah pemikiran di Indonesia.
Musik oleh Sri Hanuraga
- Show more