Episoder
-
I talk in Indonesian but there is a subtitle.
Hello! In this episode, I talk about the two types of role in product/tech (or any kind, really) companies: individual contributor and people manager. I discuss about my experiences, observation and how I decide my next step if I were offered the (luxury) of choosing between the two roles.
---
Dalam episode kali ini, saya membahas tentang dua tipe peran dalam perusahaan: IC (Individual Contributor) dan People Manager. Seperti apa perbedaan keduanya, apa yang saya pelajari selama ini, dan bagaimana biasanya saya memutuskan jalan karir selanjutnya? Simak video ini dan baca artikelnya juga ya di atas. Terima kasih!
-
I talk in Indonesian but there is a subtitle.
In this episode, I talk about how I tried to improve my self-worth as a designer - the kind of self-worth I am talking about is the one about confidence, self-esteem and the ability to move on from adversity. This has something to do with the layoff that happened to me many years ago. Hope it can be useful for you too.
---
Artikel terkait: https://www.belajar-ux.com/p/bagaiman...
Dalam episode kali ini, saya membahas tentang “self-worth” sebagai desainer. Saya berbicara tentang menghargai diri, kepercayaan diri, motivasi diri dan kemampuan move on dari trauma/kesulitan. Terutama tentang kejadian PHK yang banyak terjadi akhir-akhir ini, yang juga saya alami sendiri.
-
Mangler du episoder?
-
Apa itu "imposter syndrome" dan kenapa ia sering disebut-sebut? Contoh sederhananya adalah ketika kita mulai kerja di tempat baru, apalagi dengan teman kerja yang lebih senior atau berpengalaman. Kita merasa minder, merasa diri kita lebih tidak berkemampuan dari yang lain. Akhirnya, kita stres, burnout dan resign. Apakah hal ini normal? Menurut Dhea, hal ini normal dan lumrah, karena setiap masuk ke lingkungan baru pasti ada penyesuaian diri dari kultur lama ke kultur baru. Apa saja tips dan trik yang bisa kita manfaatkan demi menyesuaikan diri lebih lancar di pekerjaan baru? Atau jika kita masih memiliki rasa minder walau sudah lama bekerja di perusahaan tersebut, apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya?
-
Bidang UX semakin matang jika dibandingkan 10-15 tahun lalu, terutama di Indonesia. Jika dulu perusahaan hanya memahami UX dari sisi desain visual atau user interface, sekarang UX mencakup area yang lebih luas lagi, seperti riset dan konten. Desainer UX juga diharapkan tidak hanya memiliki kemampuan UI atau visual saja. Namun, banyak dari kita yang memulai karir dari desain visual. Desain visual juga masih menjadi bagian penting, dan ada beberapa desainer yang punya kemampuan utama di bidang ini, seperti Bady Abbas. Sekarang bekerja sebagai VP/Design Lead di DBS Bank, Singapura, ia masih membagi waktu antara mengelola tim dan mendesain interface. Mereka yang tahu soal kiprah Kang Bady, pasti tahu begitu populernya beliau di Dribbble sekitar tahun 2010-2015, mungkin bisa dibilang desainer UI Indonesia yang paling populer di platform tersebut untuk kurun waktu itu. Kemampuan desain visual, ikonografi dan fotografinya membuat Bady menjadi idola desainer bahkan sampai sekarang. Selain itu, Bady juga fokus pada kemampuan prototyping UX, mulai dari AfterEffects, Flinto, Principle dan sekarang Figma. Namun, ia tetap setia pada satu prototyping tool - apa itu? Simak di video ini ya. Pesan Bady untuk semua desainer: tidak masalah di mana kita "masuk" ke dunia UX, apakah itu dari desain visual atau konten, yang penting tetap mengasah kemampuan, konsisten dan jangan pernah menyerah.
-
Ketika mendengar kata "unlearning", apa yang ada di benak pikiran kita? Proses "tidak-belajar"? Apakah kita harus tidak belajar? Bertahun-tahun kita menempuh pendidikan formal dan informal, yang selalu diminta adalah kita untuk bisa belajar terus-menerus. Menjadi tidak tahu menjadi tahu. Menjadi lebih baik. Menjadi lebih pintar. Tahukah anda jika ada proses "unlearning" juga penting di balik semua proses "learning"? Ketika kita berpikir kritis dan mempertanyakan, "apakah yang kita pelajari selama ini sudah benar dan berlaku untuk semua situasi?" Bidang UX juga sama. Banyak teori, framework dan perspektif yang menjadi "pakem", tapi ternyata tidak bisa begitu saja dipraktekkan dalam situasi-situasi tertentu. Pendidikan yang kita tempuh mengajarkan "happy path" tapi tidak "edge cases". Untuk itu, terkadang perlu untuk "zoom out" dan melihat suatu masalah dari perspektif berbeda, membuang semua yang kita ketahui dan kita yakini selama ini, demi memahami masalah dan menemukan cara yang tepat guna dan tepat sasaran untuk memecahkan masalah itu. Wahyuni Febriani adalah UX Consultant di NAS Consulting Indonesia, menempuh pendidikan di University College London (UCL) program Master of Science (MSc), Human Computer Interaction, yang akan mencerahkan kita semua tentang proses dan pentingnya "unlearning" sebagai praktisi UX.
-
Manajemen Produk (Product Management) sering disebut sebagai "saudara dekat" UX, karena banyak prioritas dan cara kerja yang saling singgung. Misalnya, UX banyak menyinggung tentang "scoping" atau menentukan prioritas produk, serta mulai berfokus pada metrik. Manajemen produk pula semakin dekat dengan pengguna: validasi pada pengguna, memikirkan journey, sampai proses desain itu sendiri juga mulai banyak bersinggungan. Tidak jarang pula UX dan PM "pair-thinking" sampai "pair-designing".
Trimo Leksono adalah Product Director di Alterra, dan karir awalnya sebenarnya adalah UX Designer. Dalam perjalanan karirnya, Trimo melihat bahwa ada gambaran lebih besar dari output desainnya: setelah eksekusi, apa yang terjadi? Apa dampaknya? Bagaimana kita belajar dan mengoptimisasinya? Dari sinilah ia belajar sisi produk dan melihat manfaatnya: sebagai desainer yang mengerti produk, kita akan lebih "disayang" perusahaan atau tim.
Apakah podcast ini bermanfaat? Mohon waktunya mengisi form feedback ini ya. https://forms.gle/3fSAyZS7fFbNe44S6 Terima kasih! :)
-
Episode baru Design 1:1 bersama Fares Farhan, Head of UX & Design, elevenia Digital Services.
Fares adalah teman baik saya dan juga profesional UX Indonesia yang sangat senior, sudah mulai bekerja di bidang UX sejak 2001 (dulu namanya "Graphical User Interface"). Memulai karirnya di Multisoft Indonesia sebagai GUI designer untuk beberapa klien, lalu di Vialis di Belanda hingga Xamarin, Dropbox di San Francisco, AS; dan terakhir di luar negeri di DBS Bank di Singapura, Fares memiliki pengalaman luas dan dalam di dunia UX di berbagai industri dengan berbagai skala. Terakhir pulang ke Indonesia tahun 2019 dan menjabat sebagai Head of User Experience Design di SmartFren, lalu sekarang menjadi Head of UX & Design di Elevenia Digital Services, tentunya kita ingin tahu bagaimana evolusi profesi UX dari 2001 sampai sekarang. Lalu, apa saja perbedaan bekerja di perusahaan startup vs. korporasi dan bagaimana menjadi desainer yang dapat memberikan kontribusi berarti.
Sebagai penggiat musik juga, Fares berbagi kesamaan antara main musik di dalam band dengan bekerja di sebuah UX team. -
Saat video ini dibuat, Bayu Amus adalah Head of Product Design di Ruangguru, dan memiliki pengalaman panjang dalam membangun dan mengembangkan tim desain di berbagai perusahaan termasuk Mitrais, Somia CX, OLX dan Traveloka. Dalam episode kali ini kita akan berdiskusi tentang tahap-tahap membangun kesadaran dan keahlian UX di sebuah perusahaan dikaitkan dengan "UX maturity level". Selain itu, kita melihat kepemimpinan desain dari segi mengelola desainer.
-
Cinintya Putri adalah Senior UX Researcher di Bukalapak (saat video ini dibuat). Cinintya (Tya) memulai karir UX research-nya di Bukalapak tahun 2016, setelah kuliah Applied Cognitive Psychology di Leiden University, Belanda. S1-nya adalah Psikologi di Universitas Indonesia.
Kali ini kita akan belajar beberapa hal, antara lain UX research sebagai alternatif karir bagi para fresh graduate, apa yang harus dipelajari di kuliah untuk menjadi UX research, bagaimana "closing the gap"-nya ketika bekerja, sampai proses UX research yang lebih detil di perusahaan startup digital seperti Bukalapak.
Linkedin
-
Briandito Priambodo percaya bahwa setiap desainer sebaiknya (kalau tidak harus) bisa menulis. Menulis dalam arti menuangkan pikiran dan ide dengan cerita atau struktur, yang kemudian dapat menyampaikan pesan dan lebih dari itu, menginspirasi dan menggugah.
Menulis dalam arti dan konteks yang seluas-luasnya, tidak hanya berkaitan dengan pekerjaan, tapi sebagai aktualisasi diri: berbagi pengalaman, ide, sampai frustrasi.
Menurut Brian, menulis memberikan beberapa manfaat, baik untuk kehidupan profesi maupun secara umum: Pertama, melatih cara berpikir dan berkomunikasi, yang bermanfaat juga ketika bekerja. Setelah menulis, Brian mendapati bahwa ia dapat berkomunikasi lebih baik di dunia pekerjaan. Kedua, berbagi frustrasi dan keluh kesah dengan lebih positif. Seringkali setiap masalah ternyata bisa dipahami dengan menulis. Ketiga, menulis melatih desainer untuk bisa bercerita lebih baik, terutama di portfolionya.
Briandito memiliki beberapa publikasi:
Belajar Desain Dunia Dalam Desain (podcast) Better Experience Design -
Ariau memulai karirnya sebagai Mobile Engineer, bekerja di beberapa startup di Jakarta. Setelah masuk ke Ardent Labs, Ariau berganti karir menjadi desainer UX. Selang berapa lama kemudian, posisi Product Manager dan Group Product Manager pun dijalaninya juga, hingga sekarang, menjadi VP Product di Qasir, sebuah startup POS di Indonesia. Menurut Ariau, dirinya berpindah karir karena ingin menyelami semua sisi produk digital. Memahami dan memberikan kontribusi penting dalam produk menjadi tantangan menarik dan penting buat karirnya. Ketika menjadi Engineer, ia dapat membuat "semua impian menjadi nyata", tetapi UX membuatnya menikmati proses dan mengerti keputusan-keputusan yang dibuat. Menjadi Product Manager memberinya kesempatan untuk lebih memahami sisi bisnis dari produk itu sendiri.
Apakah setiap UX designer harus lebih fleksibel dalam meniti karirnya? Apakah mungkin seorang UX designer berganti profesi serta-merta menjadi Engineer atau Product Manager? Apakah karir selanjutnya buat kamu? Ternyata, untuk memahami produk dari segala sisi, tidak perlu berganti karir, cukup punya "product mindset" dan fleksibilitas.
Juga: tentang bagaimana desainer bisa "get a seat on the table", plus sebagai fans kopi garis keras, kenapa buat kopi di rumah itu jadi ritual yang penting buat Ariau.
Jangan lupa untuk berkunjung ke akun instagram kafe rumahannya di @tinyhomecafe.
-
Episode ke-6 Design 1:1 dengan praktisi UX untuk belajar dari mereka. Kali ini kita ngobrol dengan Ramda Yanurzha soal UX research. Beliau adalah VP Research & Insights Gojek Indonesia. Dari kemarin ada beberapa audiens yang nanya soal topik ini, dan akhirnya kita berhasil menemukan ahlinya. Gimana sih research itu posisinya dalam UX dan tim produk? Dari mana kita mulai dan mengakhiri (atau apakah ada akhirnya)? Kapan research itu dibutuhkan dan kapan kita bisa lihat referensi masa lalu? Plus Ramda berbagi tips kenapa kita nggak selalu harus "reinventing the wheel". Pengalaman Ramda di dunia sosial dan pemerintahan menambah warna menarik untuk UX research di ranah produk komersil.
-
Episode kali ini adalah khusus untuk mereka yang baru memulai karir di UX! Achmad Ramadhani Wasil adalah Lead UX di Travelstop, startup teknologi travel berbasis di Singapura. Di waktu senggangnya, dia mengelola komunitas HaloDesigners di Instagram (instagram.com/halodesigners) yang banyak difollow dan ditunggu-tunggu oleh desainer-desainer yang lebih junior/baru memulai karir. Dalam obrolan santai kali ini, kita bertanya soal bagaimana memulai karir di UX, dan apa saja tips-tipsnya. Siapa yang tau kalau Wasil dulu juga bukan kuliah desain (Geodesi!) dan malah baru mulai serius di UX setelah beberapa tahun kerja di karir lain? Istilahnya banting setir mungkin ya? Apa pentingnya komunitas belajar bersama untuk para desainer yang baru memulai karirnya? Gimana fokusin karir ke cabang-cabang desain seperti research, UI atau design technology? Yuk kita simak!
-
Di episode kali ini kita ngobrol bareng Dion Pramadhan, UX Designer di Vaadin, perusahaan teknologi di Turku, Finlandia. Ya, Finlandia nun-jauh di Eropa utara. Kita ngobrol spesifik soal mencari dan melamar kerja di luar negeri, tips and trik ketika melamar dan interview, sampai akhirnya memutuskan dan beradaptasi bersama keluarga (dengan 2 anak!) di kota kecil di sebuah negara Eropa yang asing. Pelajaran yang bisa diambil? Bekerja di luar negeri tidak hanya menjadi ladang rezeki, tapi juga ladang pengalaman hidup, yang mungkin tidak tergantikan jika kita tidak pernah mencoba. Semoga episode kali dapat memotivasi teman-teman desainer Indonesia untuk mencoba hidup baru di luar negeri (tentu, setelah Covid-19 berakhir?)...
-
Di episode kali ini kita berbicara dengan Aulia Rahmani, UX Lead di Alterra Indonesia, tentang UX Writing. Berawal dari twit Aulia Rahmani yang viral soal UX Writing sebagai alternatif profesi atau disiplin untuk UX Designer, kita eksplorasi sedikit tentang apa itu UX Writing dan apa perannya dalam perusahaan. Lalu, kita berbicara mengenai bagaimana UX Designer atau profesi lain dapat "pivot" ke profesi ini, dan bagaimana "menjual" pentingnya UX Writing dalam perusahaan. Seperti biasa, mengakhiri diskusi dengan pertanyaan yang lebih personal, kali ini mengenai remote working untuk ibu penuh waktu, apa saja tantangan dan opportunity-nya. Selamat menikmati dan semoga bermanfaat ya.
-
Sonny Lazuardi adalah Lead UX Engineer di Grab. Kita ngobrol sambil kenalan soal UX engineering. Apa sih perannya, dan kenapa perannya penting dalam perusahaan atau dalam proses desain produk. Sonny juga berbicara soal proyek sampingan ("side projects") Color Copy Paste yang berhasil diliput Product Hunt baru-baru ini. Kita ngobrol juga soal hidup berkarir di Singapura, serta menjawab pertanyaan penting sejagat raya desain: "Apakah desainer harus bisa coding?"
-
Di podcast ini, kita ngobrolin soal design leadership. Seperti apa sih design leadership itu, dan apa yang bisa kita lakukan sebagai product designer jika mau menjadi leader di organisasi kita? Apa saja tantangannya? Mari kita belajar dari Monika Halim atau Momo, Head of Design, Tokopedia, soal pengalamannya dari freelancing, menjadi Creative Manager di Zalora, VP Design Gojek, sampai saat ini. Selain itu, kita juga bahas soal kesehatan mental sebagai desainer - terutama di masa pandemi ini, di tengah ketidakpastian dan kehilangan pekerjaan.