Folgen

  • Pada 3 Juni 2024, Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe mengundurkan diri dari jabatan Kepala dan Wakil Kepala Otoritas Ibukota Nusantara (OIKN). Kabar ini tentu meninggalkan banyak pertanyaan di benak publik tentang kelanjutan pembangunan IKN. Apalagi, alasan resmi pengunduran diri pimpinan OIKN itu tidak pernah dirilis secara resmi.Sejalan dengan pengunduran diri ini, kemarut pembangunan IKN pun terus mengiringi. Permasalahan status lahan dan investasi menjadi perhatian utama pemerintah dalam beberapa waktu terakhir. Selain permasalahan utama tersebut, pembangunan infrastruktur yang belum rampung serta dampak lingkungan juga mewarnai pembangunan IKN.Kepemimpinan yang solid sangat diperlukan untuk menuntaskan pembangunan IKN. Pemerintah harus segera mencari sosok pengganti Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe. Ini adalah kunci untuk menyelesaikan segala permasalahan yang menghambat pembangunan IKN.Pada episode kali ini, #NALAR mendiskusikan permasalahan mendasar tata kelola pembangunan IKN. Episode ini juga membahas kriteria pemimpin OIKN yang dibutuhkan oleh publik untuk merampungkan pembangunan ibu kota baru Indonesia itu.Versi bahasa Inggris dari episode ini dipublikasikan dalam fulcrum.sg tanggal 13 Juni 2024 berjudul “The Road to Nusantara Just Got Longer” yang ditulis oleh Yanuar Nugroho.

  • Pengabaian etika, moral, dan hukum pasca Pemilu 2024 terus berlanjut. Situasi demokrasi negeri kian hari justru semakin diperparah dengan tindak tanduk para penguasa yang terus mengingkari warga. Semuanya dilakukan demi memenangkan kepentingan pribadi dan kroninya.Apabila kondisi ini terus dibiarkan, maka gagasan hidup bersama sebagai bangsa Indonesia akan hancur. Untuk itu, konsolidasi masyarakat sipil dari berbagai elemen harus segera dilakukan. Mereka harus duduk bersama dan berdiskusi untuk menghadapi pemerintahan yang semakin carut marut. Masyarakat sipil mesti menjadi kontrol dan pengawas jalannya pemerintahan.Pada episode kali ini, #NALAR mendiskusikan pentingnya konsolidasi masyarakat sipil pasca Pemilu 2024. Episode ini juga membahas apa yang perlu dilakukan oleh masyarakat sipil dalam upaya mengawasi jalannya pemerintahan. Versi lebih ringkas dari episode ini dipublikasikan dalam Fulcrum ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapore tanggal 20 Maret 2024 berjudul “An Urgent Need for Post-Election Civil Society Consolidation in Indonesia” yang ditulis oleh Yanuar Nugroho.#NALAR #NalarInstitute #Pemilu2024 #Pemilu #Pilpres #Pileg #demokrasi #ormas #organisasimasyarakatsipil #masyarakatsipil #konsolidasimasyarakatsipil#YanuarNugroho

  • Fehlende Folgen?

    Hier klicken, um den Feed zu aktualisieren.

  • Setiap insan yang hidup berbangsa dan bernegara pastilah berpegang pada suatu prinsip. Prinsip ini menjadi pedoman bagi manusia dalam setiap tutur kata dan tingkah laku. Prinsip hidup ini berlandaskan pada akal sehat, moralitas, dan etika dasar atau disebut juga keadaban publik.Sayangnya, situasi politik akhir-akhir ini mempertontonkan kemerosotan keadaban publik. Para pejabat publik tak lagi malu memperlihatkan tindak tanduk mereka yang menabrak akal sehat, moralitas, etika dasar, hingga hukum. Semua itu dilakukan demi keuntungan pribadi dan kroninya sendiri. Keadaban publik tak lagi menjadi prioritas mereka yang duduk di kursi kekuasaan.Kondisi ini sungguh mengganggu—kalau tidak mau dibilang mengancam—tatanan hidup bersama. Keadaban publik yang terus diabaikan tentu akan berdampak besar. Taruhannya adalah cita-cita Indonesia menjadi negara maju.Pada episode kali ini, #NALAR mendiskusikan permasalahan mendasar keadaban publik yang semakin ambruk pasca penyelenggaraan Pemilu 2024. Episode ini juga membahas apa yang perlu dilakukan oleh publik untuk kembali menegakkan keadaban publik sebagai pedoman hidup bersama.Episode ini merupakan versi audio visual dari publikasi tulisan Yanuar Nugroho di kolom Opini Harian Kompas edisi 6 Maret 2024 halaman 7 berjudul “Ambruknya Keadaban Publik Kita”.#NALAR #NalarInstitute #Pemilu2024 #Pemilu #Pilpres #Pileg #demokrasi #keadaban #keadabanpublik #kewargaan #YanuarNugroho

  • KPU telah mengumumkan pemenang Pemilu 2024. Sengketa Pemilu 2024 pun telah menemui titik akhir. Keduanya menandai berakhirnya kontestasi politik paling akbar tahun ini.Meskipun telah berakhir, Pemilu 2024 meninggalkan sejumlah catatan hitam bagi demokrasi yang masih berumur jagung ini. Berbagai praktik kecurangan yang sistematis dan abai terhadap regulasi menjamur di banyak tempat. Ini menandai pelanggaran terhadap prinsip, etika, dan moral. Hal ini sungguh mempertaruhkan masa depan Indonesia. Sebab, pedoman hidup paling dasar tidak lagi dihiraukan mereka yang hanya memikirkan kepentingan kroninya. Jika tidak mawas diri, Indonesia maju tinggallah mimpi. Pada episode kali ini, #NALAR mendiskusikan permasalahan mendasar penyelenggaraan pemilu 2024. Episode ini juga membahas apa yang perlu dilakukan oleh publik untuk mempertahankan demokrasi yang semakin kehilangan arah. Episode ini merupakan versi audio visual dari publikasi tulisan Yanuar Nugroho di Harian Kompas edisi 31 Januari 2024 halaman 6 berjudul “Kesetiaan pada Gagasan”.#NALAR #NalarInstitute #YanuarNugroho #Pemilu2024 #Pemilu #Pilpres #Pileg #demokrasi #YanuarNugroho

  • Data Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 yang ditetapkan oleh KPU menunjukkan bahwa populasi pemilih didominasi oleh generasi milenial dan gen z yaitu sebesar 56 persen. Ini menunjukkan bahwa generasi muda menjadi penentu suara. Pilihan generasi muda pada pemilu kali ini sangat krusial karena menentukan arah pembangunan Indonesia di tengah kondisi perpolitikan negeri yang penuh gejolak.Berbagai taktik dan kampanye politik yang bernuansa muda pun dilancarkan para politisi, mulai dari lagu tema, jargon, gaya komunikasi hingga janji politik yang ditujukan untuk orang muda. Semua strategi tersebut dimaksudkan untuk memenangkan suara orang muda. Namun, orang muda kerap kali ditempatkan sebagai komoditas politik, bukan subjek politik. Pojok Kebijakan #5 yang bertajuk “Orang muda, Demokrasi, dan Pemilu”, berlangsung secara luring pada 2 Desember 2023 di Yogyakarta. Sebanyak 21 peserta yang berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari akademisi muda, perwakilan kampus, perwakilan organisasi, dan profesional muda, hadir untuk belajar bersama Yanuar Nugroho. Mereka saling berbagi pandangan, ide, kritik, dan memberi solusi, bagaimana orang muda harus bersikap menuju gelaran demokrasi terbesar di Indonesia saat ini.

  • Indonesia dikenal sebagai bangsa yang heterogen dan plural. Ini terbukti dari banyaknya suku, ras, bahasa, agama dan keyakinan, serta budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia. Hasil sensus 2010 mencatat ada 1340 suku di Indonesia. Data Kemendikbud menunjukkan ada 187 aliran kepercayaan di Indonesia. Selain itu, data Badan Bahasa Kemendikbud tahun 2023 menyebut bahwa Indonesia memiliki 718 bahasa daerah.Keberagaman tersebut seharusnya bisa menjadi modal bagi praktik toleransi untuk masyarakat dunia. Sayangnya, heterogenitas masih menjadi tantangan di Indonesia. Menurut data BPS tahun 2020, ada 481 kematian yang disebabkan oleh konflik. Meski data ini mencatatkan penurunan dari tahun sebelumnya, potensi konflik tetap membayangi.#NALARTalks episode kali ini mendiskusikan bagaimana keberagaman seharusnya dikelola oleh negara bersama Sosiolog UGM Muhammad Najib Azca. Menurut Najib, mendukung praktik toleransi dan keberagaman membutuhkan kemauan politik yang kuat. Najib yang juga menjabat sebagai Wakil Sekjen PBNU ini turut mengkritisi praktik politik yang kerap menggunakan isu SARA untuk kepentingan segelintir kelompok.#NALAR #NalarInstitute #agama #keagamaan #keberagaman #heterogenitas #heterogen

  • Indonesia merupakan negeri yang terdiri dari banyak desa. BPS mencatatkan ada 83.794 desa/kelurahan di Indonesia per tahun 2022. Desa dengan jumlah yang besar ini tentu bisa menjadi potensi apabila dikelola dengan baik. Namun, meski sudah digelontorkan dana desa dengan jumlah yang fantastis, desa masih mengalami permasalahan mendasar seperti fasilitas yang tidak memadai, kemiskinan, akses kesehatan, dsb.Menurut Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito yang hadir sebagai narasumber #NALARTalks episode kali ini, persoalan mendasar desa dimulai dari pola pikir yang keliru dalam mengelola desa. Arie berpendapat desa tidak ditempatkan sebagai subjek dalam pembangunan. Selain itu, penduduk desa sendiri jarang terlibat dalam perumusan kebijakan yang menyangkut mereka. Pada episode #NALARTalks kali ini, Arie yang aktif mengawal isu desa dan pendiri Nalar Institute Yanuar Nugroho mendiskusikan upaya negara dalam mengelola desa. Arie yang juga berprofesi sebagai akademisi ini menyampaikan saran terkait bagaimana seharusnya desa dibangun. #NALAR #NalarInstitute #Desa #UUDesa #PembangunanDesa #Urbanisasi #DanaDesa #KepalaDesa #KementerianDesa

  • Selama dua periode pemerintahan Jokowi, sektor perlindungan sosial menjadi salah sektor prioritas. Alokasi anggaran belanja negara untuk sektor ini selalu mengalami kenaikan, terlebih pada masa pandemi COVID-19. Sejumlah program bantuan dan jaminan sosial diluncurkan pemerintah untuk mendukung sektor ini.Kenaikan anggaran sektor perlindungan sosial tentu tidak mengherankan mengingat perlindungan sosial diamanatkan dalam UUD 1945. Perlindungan sosial memiliki tujuan utama yaitu untuk pembangunan manusia yang lebih beradab. Perlindungan sosial juga dimaksudkan melindungi penduduk dari segala kerentanan.Sayangnya, cita-cita ini belum tercapai. Skor sejumlah indeks yang mengukur kualitas manusia di Indonesia masih di bawah rerata asia maupun global. Data BPS per Maret 2023 juga mencatatkan rasio gini ketimpangan yang meningkat meskipun angka kemiskinan nasional menurun (Kompas, 13/07/2023).Ini menandai kegagalan implementasi anggaran perlindungan sosial. Buruknya tata kelola menjadi penyebab utama anggaran sektor ini tidak tepat sasaran. Tata kelola yang buruk juga menjadi celah penyelewangan dana perlindungan sosial.Pada episode kali ini, #NALAR mengevaluasi implementasi anggaran perlindungan sosial. Episode ini juga merefleksikan buruknya tata kelola yang membuat tujuan perlindungan sosial belum dapat tercapai. Selain itu, episode ini juga memberikan beberapa rekomendasi perbaikan tata kelola pemerintahan terutama dalam implementasi program dan bantuan perlindungan sosial. Episode ini merupakan versi audio visual dari publikasi tulisan Yanuar Nugroho dan Ani Nur Mujahidah Rasunnah yang dimuat di Majalah Tempo edisi 4 Desember 2023 dengan judul “Pembenahan Tata Kelola Pembangunan Indonesia”.

  • Hari pemungutan suara akan jatuh kurang dari 24 jam. Pemilu 2024 ini akan menjadi pemilu yang berbeda dari pemilu-pemilu sebelumnya. Dominasi pemilih muda dan komposisi paslon dengan latar belakang yang beragam menjadi daya tarik besar dalam pemilu kali ini. Untuk dapat meningkatkan minat serta partisipasi masyarakat dalam pemilu kali ini, KPU mengemas debat dengan tema yang substantif dan variatif. Setiap debat juga didukung oleh belasan panelis dengan keahlian di bidang masing-masing. Upaya ini dilakukan agar debat dapat memberikan gambaran kepada calon pemilih terkait kapasitas masing-masing paslon.Pada episode kali ini, tim #NALAR melakukan diskusi internal terkait berlangsungnya kelima debat Pemilu 2024. Kami mengulas setiap debat dari sisi substansi, artikulasi, dan implikasi dari setiap jawaban paslon. Kami juga memberikan gambaran singkat mengenai agenda prioritas bagi setiap paslon.

  • Pemilu kali ini memiliki nuansa yang berbeda dibandingkan dengan pemilu sebelum-sebelumnya karena baik pemilih maupun calon legislatif didominasi oleh orang muda atau mereka yang berusia dari 17 hingga 39 tahun. Fakta ini membawa perubahan pada pola percaturan politik nasional. Demi menggaet suara pemilih muda, partai politik menjalankan strategi kampanye yang bernuansa “muda”. Mereka berlomba-lomba mencari figur yang dapat mewakili orang muda hingga melancarkan taktik kampanye yang sejalan dengan tren terkini.Namun, cara tersebut hanya digunakan untuk menggaet suara semata. Parpol dengan figur-figur muda belum terlihat mengusung agenda muda. Mereka cenderung menjadi simbol orang muda tanpa mewakili kebutuhan orang muda yang sesungguhnya.#NALAR episode kali ini membahas fenomena orang muda di tahun politik. Ada beberapa gejala yang perlu dicermati pemilih terkait kehadiran orang muda pada pesta demokrasi kali ini. Pemilih perlu cerdas dalam menentukan pilihan dan tidak terjebak agenda usang para caleg muda.

  • Peran teknologi digital tidak bisa dilepaskan dari seluruh lini kehidupan manusia termasuk dalam kehidupan demokrasi. Teknologi digital turut memengaruhi perkembangan maupun dinamika demokrasi di Indonesia. Lebih dari itu, internet telah membentuk dan menentukan diskursus politik di banyak negara tak terkecuali di Indonesia.Kendati demikian, perkembangan teknologi digital khususnya media sosial yang tak terbendung memiliki konsekuensi terhadap demokrasi di Indonesia. Disinformasi, berita bohong, kampanye hitam adalah fenomena yang muncul sejak kehadiran media sosial meramaikan pesta demokrasi di Indonesia.Pada episode kali ini, #NALAR mendiskusikan perkembangan teknologi digital khususnya media sosial yang turut berdampak pada kehidupan demokrasi di Indonesia. Era demokrasi digital juga memunculkan beberapa konsekuensi terhadap kehidupan demokrasi yang perlu menjadi perhatian. Selain itu, episode ini juga membahas beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah derasnya disinformasi di era demokrasi digital terutama di tahun politik.Episode ini merupakan versi audio visual dari publikasi tulisan Yanuar Nugroho dan Maria Monica Wihardja yang dimuat di fulcrum.sg tanggal 9 Oktober 2023 dengan judul “Preventing Indonesia’s “Digitalised” Democracy from Backsliding”.

  • DPR RI mengesahkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi setelah sistem digital negara diserang secara bertubi-tubi. Langkah ini dinilai suatu terobosan digital meskipun ada beberapa persoalan yang meliputinya.Persoalan pertama adalah tentang kesiapan implementasi UU PDP. Sampai saat ini, urusan perlindungan data pribadi belum menjadi prioritas pemerintah, sehingga aturan turunan dan pembentukan otoritas PDP tidak dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Hal ini berdampak pada molornya agenda implementasi.Selain itu, sejumlah pasal dalam UU PDP juga berpolemik karena memiliki batasan hukum yang tidak jelas. UU PDP dinilai mengancam kebebasan pers, bias sanksi terhadap lembaga swasta dan pemerintah, sarat konflik kepentingan dalam independensi Otoritas PDP, dan minim aspek perlindungan kepada masyarakat. NALAR episode kali ini membahas sejumlah permasalahan yang menyelimuti UU PDP. Jika UU PDP tidak melalui tinjauan ulang, maka ketidakadilan sanksi membayangi masyarakat. Sebab, saat ini masyarakat lebih membutuhkan literasi digital daripada solusi represif atas pelanggaran perlindungan data pribadi. Episode ini merupakan versi audio visual dari publikasi tulisan Yanuar Nugroho dan Sofie Syarif yang dimuat di Perspective ISEAS No. 75 tanggal 22 September 2023 berjudul “What Can We Expect of Indonesia’s PDP Law?”.#NALAR #NalarInstitute #YanuarNugroho #PerlindunganDataPribadi #PerlindunganData #UUPDP #PDP #peretas #peretasan #kemenkominfo #bjorka

  • Data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa Indonesia menghadapi ratusan juta serangan siber dalam empat tahun terakhir. Namun, fakta ini belum juga menjadi perhatian hingga seorang peretas bernama Bjorka muncul dan menghebohkan publik. Bjorka berhasil membobol dan mencuri data pribadi jutaan penduduk Indonesia. Tak hanya itu, ia juga mengunggah data pribadi para pejabat negara.Sebagai tanggapan reaktif terhadap kasus tersebut, pemerintah akhirnya meratifikasi UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi yang pertama kali diinisiasi pada tahun 2016. Sayangnya, upaya ini hanya dianggap sebagai formalitas belaka di akhir masa pemerintahan Jokowi. Sebab, UU PDP tidak bisa terlaksana dalam waktu dekat karena aturan turunannya yang belum siap. Selain itu, UU PDP juga mengandung sejumlah celah dan implikasi hukum. Tak hanya persiapan UU PDP yang belum matang, publik juga masih skeptis dengan keseriusan pemerintah dalam melindungi data pribadi karena respons atau komentar para pejabat publik yang menandakan rendahnya pemahaman akan urgensi perlindungan data pribadi. NALAR episode kali ini membahas sejauh mana UU PDP menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melindungi data warga negaranya. Sederet celah dan implikasi hukum dalam UU PDP juga menjadi sorotan dalam episode ini. Episode ini merupakan versi audio visual dari publikasi tulisan Yanuar Nugroho dan Sofie Syarif yang dimuat di Perspective ISEAS No. 75 tanggal 22 September 2023 berjudul “What Can We Expect of Indonesia’s PDP Law?”.#NALAR #NalarInstitute #PerlindunganDataPribadi #PerlindunganData #UUPDP #PDP #peretas #peretasan #kemenkominfo #bjorka

  • A public lecture was held at Gadjah Mada University and was organised by Nalar Institute and POLDEV Gadjah Mada University. The topic of the public lecture was Foresight As and For Policy: Shaping The Future Through Synergistic Approach. It was delivered by Joe Ravetz as the Co-Director of the Collaboratory for Urban Resilience & Energy at the Manchester Urban Institute and a Professor in Urban Planning at the University of Manchester. Approximately 180 participants, including undergraduate and postgraduate students from Gadjah Mada University, attended the session.The Foresight 3.0 methodology goes beyond traditional foresight approaches, providing support for their application in real-world situations. In the face of the uncertainties of the twenty-first century, foresight has broadened its focus to address critical global issues such as climate change, mass extinction, digital surveillance, and the breakdown of truth. The potential for transformative changes is rapidly increasing, with new models for governance, economic systems, and collaborative knowledge production emerging.This marks an opportunity for the evolution of 'seeing ahead' into the next generation, labelled as 'Foresight 3.0,' moving from transition to transformation. The approach emphasises collective anticipatory intelligence, involving reciprocal learning, co-innovation, and co-production among a diverse group of stakeholders. This collaborative effort aims for deeper layers of value and meaning, reaching further into transformation horizons.A recent public lecture not only introduced the principles and methods of Foresight 3.0 and their application in key public policy areas but also initiated an experimental session for hands-on participation. The lecture emphasised a synergistic approach to assist policymakers, fostering a comprehensive understanding of complex issues, enhancing decision-making through inclusive processes, improving policy outcomes, building resilience, encouraging adaptability, and stimulating innovation and creativity. Embracing this approach allows policymakers to more effectively address the multifaceted challenges of the contemporary era, developing robust, inclusive, and forward-thinking policies.Together with Joe Ravets, we take a deep dive into the area of foresight for and as policy, examining the enormous impact it has on creating the future through a synergistic approach.

  • Pemilu 2024 hanya tinggal menghitung bulan. Pemilu lebih dari sekadar merebut suara, ia adalah arena sesungguhnya bagi para petarung kuasa. Tidak mengherankan jika antusiasme menyambut pemilu paling besar datang dari para politisi dan penyelenggara negara yang masih ingin meraih kekuasaan.Sayangnya, gairah berebut kuasa ini kerap mengganggu penyelenggaraan negara. Para pejabat publik yang seharusnya mengelola penyelenggaraan negara justru terpecah fokusnya karena berpolitik jelang pemilu. Hal ini memiliki konsekuensi besar terhadap pembangunan dan cita-cita negeri.Pada episode kali ini, #NALAR mencermati situasi penyelenggaraan negara di tahun politik. Ada beberapa usul yang diajukan agar penyelenggaraan negara tetap bisa berlangsung meskipun dipengaruhi atmosfer politik yang tidak menentu.Episode ini juga dimuat dalam Kolom Opini Harian Kompas edisi 1 November 2023 dengan judul ‘Pemilu dan Nalar Penyelenggaraan Negara’.#NALAR #NalarInstitute #YanuarNugroho #Pemilu2024 #Politisi #KebijakanPublik #PenyelenggaraanNegara #PenyelenggaraNegara #PejabatPublik

  • The Foresight approach, which aims to shape the future rather than predict it, is now gaining momentum and finding application in policy formulation. Foresight, as a concept, involves the systematic exploration and analysis of future trends, uncertainties, and possibilities to inform decision-making and policy formulation. In the realm of policy, foresight plays a vital role in guiding development planning.The synergistic approach is a framework within foresight that underscores the significance of integrating diverse knowledge sources, stakeholders, and perspectives to create a more comprehensive understanding of complex issues. It acknowledges that tackling complex challenges requires collaboration and synergy among different disciplines, sectors, and societal actors.How has the conceptual and scientific development of foresight evolved over time? What motivates individuals and organisations to embrace foresight practices? To what extent does the synergistic approach benefit policymakers by fostering a comprehensive understanding of complex issues, improving decision-making through inclusive processes, and enhancing policy outcomes? How is the practice of foresight implemented in Indonesia, and what valuable lessons can we extract from this experience?In this 129th episode, #NALARTalks features Joe Ravetz and Dimas Wisnu Adrianto. Joe Ravetz is the Co-Director of the Collaboratory for Urban Resilience & Energy at the Manchester Urban Institute and holds the position of Professor in Urban Planning at the University of Manchester, UK. Dimas currently serves as an Assistant Professor at the Department of Urban and Regional Planning, University of Brawijaya, Indonesia, and is a senior fellow at the Nalar Institute.Together with Joe and Dimas, #NALARTalks dives into the realm of foresight for and as policy, exploring the profound impact it has on shaping the future through a synergistic approach.

  • Dunia masih harus berkutat dengan sejumlah persoalan kemiskinan meskipun agenda pembangunan global telah berupaya untuk menuntaskan permasalahan ini. Fakta tersebut menunjukkan bahwa ada kegagalan besar dalam memahami kompleksitas pembangunan. Kini, dunia tengah berhati-hati merencanakan agenda pembangunan pasca SDGs pada September 2024 di sidang umum PBB selepas SDGs dinyatakan tidak akan berhasil dicapai sesuai target, yaitu tahun 2030. Agenda pembangunan selanjutnya diharapkan bisa menjawab kerumitan persoalan zaman.Pada episode kali ini, #NALAR membahas mengenai kegagalan dunia dalam merencanakan pembangunan global. Selain itu, #NALAR juga menyoroti pentingnya merencanakan pembangunan nasional untuk mensukseskan pembangunan global. Sebab, pembangunan merupakan jalinan yang saling menghubungkan antara elemen pembangunan yang satu dengan yang lainnya. #NALAR #NalarInstitute #Yanuar Nugroho #KebijakanPubik #Pembangunan #PerencanaanPembangunan #SDGs #PembangunanNasional #PembangunanGlobal

  • Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2025-2045 yang telah diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo akan menjadi acuan rencana untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Salah satu cita-cita yang tercantum dalam visi tersebut adalah meraih posisi ekonomi lima besar di dunia. Sayangnya, mimpi ini masih terhempas fakta Indonesia yang selama 30 tahun belum juga keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle-income trap).Untuk dapat mengatasi permasalahan tersebut, Indonesia harus melakukan gebrakan pembangunan. Hal ini bertujuan agar terjadi perubahan dan perbaikan yang signifikan dalam pembangunan Indonesia.#NALAR episode kali ini membahas soal transformasi pembangunan yang mencakup cara merencanakan pembangunan, cara mengelola pembangunan, dan cara menjaga kesinambungan pembangunan. Ketiganya perlu dikebut karena Indonesia memiliki sisa waktu yang tidak banyak untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.#NALAR #NalarInstitute #YanuarNugroho #IndonesiaEmas #KesinambunganPembangunan #PembangunanNasional #TantanganPembangunan

  • Kebijakan berkaitan erat dengan mental, pola pikir, dan perilaku manusia. Bahkan keberhasilan sebuah kebijakan dapat dilihat dengan menakar perubahan perilaku masyarakat sebagai pihak yang terdampak kebijakan maupun pemerintah sebagai pemangku kebijakan. Untuk itu, kebijakan mulai perlu menggunakan pendekatan psikologis selain pendekatan berbasis bukti.Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan mulai memasukkan ilmu perilaku dalam siklus kebijakan. Ilmu perilaku dapat digunakan sebagai alat untuk mengelola perilaku publik dan pemerintah dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan. NALAR episode kali ini membahas urgensi untuk menggunakan ilmu perilaku dalam perumusan kebijakan di Indonesia. NALAR juga memaparkan pentingnya mengedepankan ilmu perilaku dalam kebijakan kesejahteraan sosial. Meskipun sudah populer di banyak negara, Indonesia masih belum memprioritaskan penggunaan ilmu perilaku dalam penyusunan kebijakan publik.#NALAR #NalarInstitute #YanuarNugroho #KebijakanPublik #IlmuPerilaku #BehavioralPolicy

  • Meski telah lama memangku jabatan publik, Pendiri dan Penasihat Nalar Institute Yanuar Nugroho tak pernah melupakan pengalamannya selama menjadi akademisi di Inggris. Pengalaman mengajar dan meneliti selama delapan tahun di Universitas Manchester membuatnya sadar betapa pentingnya membangun sistem akademik yang baik di Indonesia.Mengajar dan meneliti adalah jantung peradaban negeri, sebab keduanya adalah landasan bagi sebuah bangsa untuk bertindak dan berpikir. Hal ini membuat reformasi pendidikan tinggi harus dilakukan secara cepat dan masif. Tanpa komitmen politik dan teknokratik, reformasi pendidikan tinggi tidak akan pernah bisa tuntas. #NALAR episode kali ini mendiskusikan beberapa hal yang perlu ditempuh pemerintah untuk membangun kapasitas dan meningkatkan kualitas kampus dalam urusan mengajar dan meneliti. Upaya ini berkaitan erat dengan kebijakan pendidikan tinggi yang harus ditangani secara profesional.